KOMPAS.com - PM 2.5 adalah salah satu polutan atau zat sumber polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan.
Simak penjelasan ahli mengenai apa itu PM 2.5 sampai bahayanya untuk kesehatan apabila materi tak kasat mata ini terus-menerus dihirup di tengah-tengah kualitas udara buruk.
Baca juga: Dampak Polusi Udara Bisa Memengaruhi Kesehatan Mental, Kok Bisa?
Dokter spesialis paru Dr. Garinda Alma Duta, Sp.P(K) menjelaskan, particulate matter atau PM 2.5 adalah jenis partikel sangat kecil, yang bentuknya serupa dengan debu, dengan ukuran kurang dari 2,5 mikron (mikrometer).
"PM 2.5 bentuknya berupa debu halus yang ukurannya kurang dari 2,5 mikron," kata dia saat berbincang di Live Instagram Kementerian Kesehatan, Rabu (30/8/2023).
Lebih lanjut dokter yang akrab disapa Garin ini menyampaikan, polutan atau bahan pemicu polusi udara ada yang berupa gas, serta berupa debu halus seperti PM 2.5.
"Kenapa kita agak mengabaikan PM 2.5, menganggap enggak apa-apa, karena tidak kelihatan. Terkadang kita melihat langitnya biru, padahal di situ PM 2.5 cukup tinggi." ujar dia lagi.
Garin memberikan gambaran, ukuran PM 2.5 yang sangat kecil. Satu helai rambut apabila dibagi tujuh, maka ukurannya setara dengan PM 10 (debu berukuran kurang dari 10 mikron).
Setelah dibagi tujuh, rambut tersebut masih dibagi lagi menjadi tiga, maka ukurannya baru setara dengan diameter PM 2.5.
Lantaran ukurannya cukup kecil, material polusi udara ini tidak dapat dilihat mata telanjang dan hanya bisa dideteksi dengan mikroskop elektron.
Baca juga: Standar Indeks Kualitas Udara yang Buruk sampai Baik untuk Kesehatan
Melansir laman Enviromental Protection Agency (EPA) AS, PM 2.5 terbentuk dari ratusan bahan kimia berbeda. Beberapa sumber PM 2.5 di antaranya:
Berbagai material tersebut saat bertemu lantas menghasilkan reaksi kimia kompleks dan membentuk senyawa PM 2.5.
Baca juga: Mengapa Kualitas Udara Berpengaruh pada Kesehatan Sistem Pernapasan?
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan, ambang batas konsentrasi PM 2.5 sebesar 15 mikrogram per meter kubik per 24 jam, dan 5 mikrogram per meter kubik per tahun.
Pada 2013, polusi udara luar ruangan dan partikulat meter termasuk PM 2.5 sudah diklasifikasikan sebagai karsinogenik atau zat pemicu kanker oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) WHO.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), daerah-daerah di pusat pemerintahan atau kota besar berperan dalam penyebaran polutan PM 2.5.
Hal itu dipengaruhi tingginya aktivitas kendaraan bermotor, industri, pembangkit listrik yang beroperasi, serta pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak memadai.
Baca juga: Polusi Udara Pangkas Usia Harapan Hidup Orang Indonesia 1,2 Tahun
Dokter Garinda menjelaskan, PM 2.5 termasuk salah satu polutan berbahaya karena partikel udara ini dapat menembus masuk ke bagian dalam jaringan tubuh lewat aliran darah.
"Pintu masuk gas dan PM 2.5 adalah hidung dan mulut. Yang dirusak pertama kali hidung dan mulut. Kita menghirup terus, masuk ke trakea, bronkus, sampai alveoli. Selama perjalanan itu, bulu-bulu halus di saluran napas juga rusak. Efek pertamanya batuk," jelas Garin.
Lebih lanjut ia menyampaikan, ketika kondisi saluran napas tidak prima dan terpapar bakteri atau virus, tubuh jadi kewalahan melawan kuman. Menurut Garin, kondisi ini bisa jadi penyebab ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) dan pneumonia.
"Kalau ada orang dengan riwayat asma, infeksi lanjutan ini bisa memicu hipereaktivitas bronkus. Kondisi ini bisa jadi penyebab serangan asma atau pneumonia," kata Garin.
Selain menyerang saluran napas, Garin juga menyebutkan bahwa PM 2.5 bisa menembus alveoli di paru-paru dan terikat ke darah.
"Saking lembutnya, PM 2.5 tidak dirasakan. Lalu jadi dosis akumulasi. Selama mengendap di dalam tubuh, terjadi interaksi dengan polutan. Nah, kalau terus-menerus terpapar polutan, radikal bebas ini tidak hanya sampai ke paru tapi juga bisa ke pembuluh darah," ujar dia.
Garin mengingatkan bahwa dampak polusi udara dari PM 2.5 yang berbahaya untuk kesehatan bisa menyebabkan gangguan kesehatan seperti ISPA, kanker paru-paru, mengganggu kesehatan mental, ibu hamil dan janin, sampai menyebabkan kematian dini.
Hal itu bisa membahayakan kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, kalangan lansia, penderita penyakit jantung dan paru-paru.
Mengingat dampak polusi udara pantang disepelekan, Garin mewanti-wanti agar lebih memperhatikan bahaya PM 2.5 serta melindungi diri dari polutan berbahaya ini dengan menggunakan masker yang tepat saat beraktivitas.
Baca juga: Dampak Polusi Udara pada Kesehatan Pencernaan, Tak Sekadar Sakit Perut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.