Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Teknologi mRNA untuk Atasi Penyakit Menular

Kompas.com - 09/09/2023, 11:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 berpengaruh besar dalam pengembangan pengobatan dan teknologi baru untuk pengembangan vaksin. Salah satunya adalah penggunaan teknologi mRNA.

Vaksin berbasis kode genetik seperti DNA dan RNA berfungsi dengan mengirimkan instruksi genetik (DNA dan mRNA) pada tubuh sehingga dapat memicu respons imun.

Vaksin mRNA menjanjikan dampak yang lebih efektif dibandingkan dengan platform pengembangan vaksin lainnya. Waktu produksi lebih cepat dan vaksin yang dihasilkan jauh lebih banyak dibandingkan pengembangan vaksin tradisional.

Salah satu pengembang vaksin ini, yaitu Moderna, tengah mengembangkan teknologi ini untuk mengobati berbagai penyakit menular.

"Platform mRNA kami melampaui satu patogen, penyakit, atau pandemi," papar Senior Vice President and Head 0f Emerging Market Moderna, Patrick Bergstedt menjawab pertanyaan Kompas.com dalam wawancara tertulis.

Baca juga: Ilmuwan Mengembangkan Vaksin Berbasis mRNA untuk Terapi Kanker

"Dengan ketepatan biologis yang tinggi, kemanjuran, kecepatan, skala, dan fleksibilitasnya, platform ini secara unik cocok untuk mengatasi patogen saat ini dan patogen baru yang mengancam kesehatan global," katanya.

Bergstedt mengungkap, saat ini Moderna memiliki 47 program pengembangan mRNA di seluruh sektor penyakit menular, imuno-onkologi, penyakit langka, penyakit autoimun, dan penyakit kardiovaskular, baik dikembangkan sendiri atau dengan mitranya.

Menurutnya, jika mRNA sebagai obat berhasil untuk satu penyakit, maka juga bisa digunakan untuk penyakit lain.

"Umumnya, satu-satunya hal yang berubah dari satu obat mRNA potensial ke obat lainnya adalah instruksi untuk menghasilkan protein terhadap respons imun. Ini berarti kami dapat menggunakan bahan kimia, formulasi, dan proses manufaktur yang sama di seluruh portofolio obat," terangnya.

Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan dari uji klinis dan persetujuan badan berwenang, sehingga memungkinkan pengembangan obat yang lebih cepat dan ekonomis.

Baca juga: Studi: 58 Persen Penyakit Menular Berhubungan dengan Bencana Iklim

Ilustrasi risetPEXELS/Edward Jenner Ilustrasi riset

Pencegahan penyakit menular

Penyakit menular masih menjadi tantangan kesehatan global, terutama Asia Pasifik yang dianggap memiliki beban penyakit menular tertinggi.

Bergstedt mengatakan, ada banyak alasan mengapa tingkat penularan penyakit menular tetap tinggi meski banyak di antaranya dapat dicegah.

"Ini termasuk kurangnya akses ke layanan kesehatan yang memadai, pertumbuhan populasi yang cepat, perubahan iklim, dan pendidikan," ujarnya.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Kasus Penyakit Menular Bisa Melonjak

Strategi yang efektif untuk memerangi penyakit menular harus mencakup tidak hanya program vaksinasi tetapi juga inisiatif edukasi yang ditargetkan dengan memberdayakan populasi pasien yang berisiko dengan pengetahuan yang diperlukan untuk menjaga kesehatan mereka.

Inisiatif ini tidak hanya memberdayakan individu untuk melindungi diri mereka sendiri, tetapi juga berkontribusi pada keberhasilan program vaksinasi dan upaya pemerataan kesehatan global secara keseluruhan.

"Ketika individu dibekali dengan informasi tentang penyakit menular, cara penularannya, dan tindakan pencegahannya, mereka menjadi partisipan aktif dalam pencegahan penyakit, melengkapi dampak program vaksinasi jika memungkinkan," katanya.

Program vaksinasi, menurut Bergstedt, tetap menjadi metode yang efektif dan utama untuk mencegah penyakit menular.

"Vaksin telah memainkan peran penting dalam mengurangi kejadian, keparahan, dan penularan banyak penyakit menular sepanjang sejarah dan baru-baru ini dalam membantu kita keluar dari pandemi COVID-19," terangnya.

Baca juga: Protokol Kesehatan Baru untuk Transisi Endemi Covid-19

Tantangan distribusi

Teknologi vaksin baru memang memiliki banyak kelebihan, namun distribusinya tak lepas dari sejumlah tantangan.

Proses penyimpanan vaksin mRNA tergolong rumit karena mensyaratkan ruang penyimpanan dengan suhu minus 25 derajat selama distribusi. Hal ini menjadi tantangan bagi negara kepulauan beriklim tropis seperti Indonesia.

Menjawab hal tersebut, Bergstedt mengatakan Moderna masih berinovasi untuk mengatasi masalah rantai pasokan yang dihadapi negara-negara berkembang selama pandemi.

"mRNA-1283 sedang dikembangkan sebagai vaksin mRNA potensial yang stabil di lemari es, jika berhasil, akan secara signifikan mengurangi beban yang terkait dengan pengiriman dan penyimpanan vaksin mRNA di negara-negara berkembang," ujarnya.

Dia menambahkan, Moderna juga terus mengembangkan kemitraan strategis dengan sektor publik dan swasta untuk memperluas akses terhadap vaksin mRNA.

"Dengan program Akses mRNA, kami membuka kemampuan manufaktur praklinis serta keahlian penelitian dan pengembangan Moderna kepada mitra global".

"Program ini akan menawarkan kepada para peneliti penggunaan teknologi mRNA Moderna untuk mengeksplorasi vaksin-vaksin baru untuk penyakit infeksi yang sedang berkembang atau terabaikan di Indonesia dan wilayah APAC lainnya," katanya.

Baca juga: Jokowi Resmikan Pabrik Vaksin Covid-19 Berbasis mRNA Pertama di Asia Tenggara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau