Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Cara Mengatasi Paparan Timbel pada Anak yang Berbahaya

Kompas.com - 11/01/2024, 16:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Ratusan anak di sejumlah wilayah Indonesia mendapatkan paparan timbel yang sangat berbahaya.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bersama Yasayan Pure Earth Indonesia menemukannya dari penelitian yang dilakukan pada Mei hingga Agustus 2023.

Baca juga: FKUI: Paparan Timbel pada Anak Sebabkan Gangguan Berbahaya

Penelitian dilakukan pada 564 anak-anak balita usia 1-5 tahun yang tinggal di lima wilayah berbeda, yaitu Desa Kadu Jaya (Kabupaten Tangerang), Desa Cinangka dan Desa Cinangneng (Kabupaten Bogor), Desa Pesarean (Kabupaten Tegal), serta Desa Dupak (Kota Surabaya).

Peneliti FKUI dr. Dewi Yunia Fitriani mengatakan bahwa ada sekitar 80 persen anak-anak yang memiliki kadar timbel darah lebih dari 5 mikrogram per desileter (mcg/dL).

Padahal, ambang batas aman kadar timbel dalam darah yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 5 mcg/dL.

"Jadi, banyak sekali yang menjadi perhatian kita," kata dr. Dewi dalam diskusi "Pencegahan Dampak Kesehatan Pajanan Timbel Lingkungan" di Jakarta pada Rabu (10/1/2024).

Baca juga: FKUI Temukan Paparan Timbel Tinggi pada Anak-anak

Lebih lengkapnya, berikut rincian proporsi kadar timbel darah pada 564 anak yang diteliti dr. Dewi dan tim:

  • KTD hingga 3,5 mcg/dL sebanyak 23 anak (4 persen)
  • KTD 3,5-5 mcg/dL sebanyak 41 anak (7 persen)
  • KTD 5-10 mcg/dL sebanyak 158 anak (28 persen)
  • KTD 10-20 mcg/dL sebanyak 197 anak (35 persen)
  • KTD 20-45 mcg/dL sebanyak 126 anak (22 persen)
  • KTD 45-65 mcg/dL sebanyak 10 anak (2 persen)
  • KTD lebih dari 65 mcg/dL ada sebanyak 9 anak (2 persen)

"Penyerapan timbel pada anak-anak lebih tinggi daripada orang dewasa, (anak-anak) 3-5 kali lebih mudah menyerap timbel. Jadi, ketika mereka terpajan, timbel masuk dalam darah dan organ jadi lebih mudah," terang dokter spesialis okupasi di FKUI ini.

Baca juga: Waspada Paparan BPA yang Banyak Ditemukan di Kemasan Plastik

Bagaimana cara mengatasi paparan timbel pada anak?

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak Ari Prayogo mengatakan bahwa anak-anak yang sudah terpapar timbel harus mendapatkan perawatan untuk mengeluarkan unsur logam tersebut dalam dalam tubuh.

Berikut saran dari dr. Ari untuk mengatasi paparan timbel pada anak:

Cuci tangan

Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini mengatakan bahwa anak balita usia 1-5 tahun rentan memasukkan tangan dan barang sembarangan ke dalam mulut.

Kebiasaan ini sangat mungkin menjadi cara timbel masuk ke dalam tubuh anak. Namun, kebiasaan ini tidak bisa dihilangkan karena ini termasuk tahap tumbuh kembang yang dibutuhkan anak.

"Saya harus masuk ke tahap perkembangan anak. Memasukkan tangan ke dalam mulut adalah salah satu stimulasi taktil yang dibutuhkan setiap anak," ujarnya.

Jadi pada periode 4-6 bulan, anak memasukkan tangan dalam mulut untuk mempersiapkan rongga mulutnya siap MPASI.

Di usia 6 bulan sampai 1 tahun, anak mengeksplor sekitarnya dengan memengang dan memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut untuk mengembangkaan indra perasanya.

Jadi, yang perlu orang tua pastikan untuk mengatasi paparan timbel pada anak usia balita adalah tangan mereka bersih dari sumber paparan timbel.

Baca juga: 5 Efek Samping Asap Paparan Rokok pada Perokok Pasif

"Jadi, kita harus rajin mencuci atau mengelap tangannya. Cuci tangan itu penting sekali. Kedua, pastikan yang anak pegang terbebas dari sumber paparan timbel," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Program Yayasan Pure Earth Indonesia Nickolaus Hariojati mengatakan bahwa kadar timbel darah yang tinggi pada anak-anak dipengaruhi oleh kedekatan interkasi mereka pada barang mengandung unsur logam tersebut.

"Dari barang-barang kita sehari-hari sebenarnya kita bersinggungan dengan unsur timbel, karena timbel salah satu logam yang banyak digunakan di banyak produk yang kita gunakan dalam kegiatan kita sehari-hari," terang Nicko.

Barang-barang sehari yang mungkin mengandung unsur timbel, contohnya aki bekas, cat, dan alat masak.

"Sebanyak 50 persen komponen aki bekas adalah timbel," sebutnya.

Sementara dalam penelitian ini, tim peneliti mengambil sampel dari sekitar rumah berupa tanah, air bersih, air minum, udara, mainan anak, pakaian anak, kasur dan matras anak tidur atau beraktivitas.

Selain itu, debu, cat, bumbu, alat masak, alat makan, dan barang-barang lain yang paling sering dimainkan anak-anak.

Baca juga: Efek Samping Paparan Rokok Elektrik pada Perokok Pasif

  • Makan makanan sumber zat besi

Fakta yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa paparan timbel pada anak dapat menyebabkan anemia dini.

Oleh karenanya, penting untuk mengonsumsi makanan sumber kalsium dan zat besi. Contohnya, daging merah, hati, dan susu.

"Diharapkan dengan mengonsumsi zat besi yang tinggi dapat menjadi perlawanan bagi timbel. Kadar zat besi dalam darah itu menghambat absorpsi (penyerapan) timbel," kata dr. Ari.

Jika dibiarkan, anak yang terpapar timbel dan anemia akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

"Sudah dibuktikan dalam penelitian ini anak yang kadar timbel darahnya tinggi dan anemia, berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, hampir empat kali lipat dibandingkan anak yang lain," bebernya.

Sebelumnya, dibutuhkan pemeriksaan medis lebih lanjut untuk memastikan penyebab anemia anak. Ada banyak kemungkinan penyebab anemia, tidak hanya karena paparan timbel.

Baca juga: Cara Mengatasi Paparan Etilen Oksida yang Perlu Diperhatikan

  • Terapi khusus

Menurut rekomendasi WHO, orang yang memiliki kadar timbel darah 45 mcg/dL perlu mendapatkan terapi khusus.

Dr. Ari mengatakan bahwa terapi khusus yang dibutuhkan untuk mengatasi paparan timbel adalah khelasi atau pengikatan.

Terapi ini menggunakan obat yang peran mengikat timbel untuk kemudian dikeluarkan tubuh, bisa melalui feses atau urine.

Bentuk terapi yang diberikan bisa berbeda pada setiap orang, tergantung dari kadar timbel dalam darahnya.

"Kalau tinggi sekali kadarnya dengan gejala klinis yang jelas, maka dibutuhkan perawatan dan khelasi yang diberikan melalui cairan obat intravena, masuk dari pembuluh darah yang diberikan untuk mengikat," ujarnya.

Jika kadar timbel darah tidak terlalu tinggi, mungkin di sekitar 4-5 mcg/dL, terapi obat bisa diberikan secara oral.

"Namun, yang utama adalah menghentikan paparannya. Karena kalau sudah diikat dan dikeluarkan, tapi terkena paparan timbel lagi sama juga boong. Pada akhirnya, timbel akan tertahan di tubuh anak," tandas dr. Ari.

Baca juga: Efek Paparan Merkuri bagi Kesehatan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau