Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Makanan Pedas Digandrungi Anak Muda, Ini Bahayanya Menurut Ahli Gizi

Kompas.com - 20/01/2024, 06:00 WIB
Sabrina Mutiara Fitri,
Khairina

Tim Redaksi

 

SEMARANG, KOMPAS.com- Tren makanan pedas kian hari kian berkembang. Tidak hanya makanan ringan, makanan berat dari berbagai negara, seperti Indonesia, Korea, China, hingga Jepang kini digandrungi anak-anak muda di Semarang.

Salah satunya, mahasiswa lulusan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Amanda. Dirinya menyebut, kerap mencicipi makanan pedas yang sering viral di media sosial.

Di antaranya, ramyeon, kimchi, tteokbokki, odeng, bibimbap, ayam bumbu Korea, bakso, soto, seblak, bakso aci, dan masih banyak lagi.

"Kalau makanan Indonesia ya bakso, soto, pokoknya makanan kuah. Itu wajib pakai sambel yang banyak, yang penting masih ada di batas kemampuanku," ucap Amanda kepada KOMPAS.com, Jumat (19/1/2023).

Baca juga: Bisakah Balita Mengonsumsi Makanan Pedas? Berikut Faktanya...

Menurut Amanda, makan makanan pedas sangatlah menantang. Terlebih jika makanan tersebut menyediakan level tertentu.

Disamping itu, Amanda mengaku, mulai menyukai makanan pedas lantaran terpengaruh oleh tontonan drama korea (drakor). Sehingga, dirinya ingin terus mencicipi makanan pedas baru lainnya.

"Makanan pedas itu menantang. Nah kebetulan saya suka drakor. Kan banyak tayangan di drakor yang nunjukin makanan Korea, dari situ saya jadi pengen nyoba. Kalau lagi pengen makan pedes, biasanya ke Lawson, Go Ramyeon, Dak Nalgae," tutur dia.

Senada dengan hal tersebut, salah satu perantau asal Demak, Ida, juga memiliki hobi makan pedas.

Bahkan, dirinya mengaku, hampir tiap hari makan makanan pedas. Seperti seblak, atau mie level.

"Kalau dihitung per minggu, ya hampir tiap hari makan pedas. Tapi masih sesuai dengan kemampuan saya," ucap dia.

Baca juga: Mitos atau Fakta, Makanan Pedas Bisa Sebabkan Penyakit Usus Buntu?

Kendati demikian, pakar sekaligus Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Vilda Ana Veria Setyawati, S.Gz, M.Gizi, mengatakan, makanan pedas memiliki dampak buruk bagi tubuh, terutama yang mempunyai penyakit lambung.

Dirinya menyebut, penggunaan cabai instan pada makanan yang berlebihan dapat meningkatkan produksi asam lambung (asam klorida HCl).

"Kalau makanan pedas dikonsumi oleh orang yang punya penyakit lambung, apalagi perut masih kosong, itu bisa memperparah kondisi lambungnya. Karena meningkatkan produksi HCl," ucap Vilda.

Lebih jelas Vilda mengatakan, tiap individu memiliki ambang batas kepedasan masing-masing. Biasanya, ambang batas kepedasan ditandai oleh perut yang mulai panas saat makan makanan pedas.

Hanya saja, Vilda menyebut, tidak banyak orang yang menghiraukan hal tersebut. Sehingga, makanan pedas akan berdampak buruk pada kondisi tubuhnya.

"Ketika badan tubuh atau perut sudah mulai panas, tandanya itu sudah alarm. Tapi seringnya, kita, apalagi anak muda masih nekat diterusin makan pedasnya. Maka timbul lah sakit perut," tutur dia.

Kendati demikian, Vilda menyebut, makan makanan pedas juga memiliki sejumlah dampak positif. Diantaranya, dapat meningkatkan mood, bahkan untuk kesuburan.

"Kalau dari efek ilmiah, cabai mengandung capsaisin fungsinya untuk kesuburan. Kalau dalam bentuk bubuk itu kan sintetis dan jelas tidak baik," ucap Vilda.

Dengan demikian, Vilda mengimbau kepada anak-anak muda agar lebih memperhatikan makanan yang dikonsumsi.

Sehingga, kondisi tubuh atau lambung tidak memburuk akibat makanan pedas.

"Kalau makanan itu tergolong fast food, jadi baiknya seminggu sekali. Tapi bukan berarti dalam satu minggu makan mie instan dan korean food. Intinya, maksimal jatah makan pedas fast food satu minggu sekali," pungkas Vilda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau