KOMPAS.com - Anemia atau kekurangan zat besi masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia. Padahal, kekurangan zat besi di awal perkembangan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak yang tidak dapat diperbaiki.
Menurut dr.Juwalita Surapsasi M.Gizi Sp.GK, anemia juga jadi salah satu faktor risiko stunting.
"Jika anemia terjadi pada masa prakonsepsi ini bisa jadi faktor risiko bayi lahir dengan berat rendah yang termasuk faktor risiko stunting," paparnya dalam acara talkshow Bicara Gizi "Pentingnya Cek Nutrisi Untuk Dukung Kembang Maksimal Anak" di Jakarta beberapa waktu lalu.
Anak yang anemia juga perkembangan kognitifnya bisa terganggu dan rentan mengalami gangguan pada perkembangan psikomotorik sehingga saat dewasa produktivitasnya rendah.
Dijelaskan oleh dr.Juwalita, zat besi salah satunya berfungsi sebagai kofaktor pembentukan mielin (selubung saraf).
"Kalau mielin tidak baik maka proses penyampaian informasi di otak tidak lancar, akhirnya memengaruhi perilaku, proses belajar, dan memori seseorang," paparnya.
Baca juga: Waspada, Anemia pada Remaja Putri Bawa Pengaruh Jangka Panjang hingga Jadi Faktor Stunting
Dalam jangka panjang, jika kondisi anemia yang dialami tak diatasi, hal itu bisa berlanjut sampai usia dewasa.
Padahal, ketika usia dewasa, terutama pada perempuan, anemia bisa menyebabkan gangguan di masa kehamilan dan kelahiran. Anak yang dilahirkan pun bisa mengalami anemia serta kurang gizi. Karena itu siklus ini harus diputus.
Baca juga: Wanita Usia Subur Diminta Rutin Minum Tablet Tambah Darah, untuk Apa?
Salah satu upaya memenuhi zat besi pada anak adalah dengan memberikan makanan yang mengandung zat besi yaitu yang berasal dari protein hewani. Misalnya saja telur, daging merah, daging unggas, atau pun susu pertumbuhan.
Peningkatan konsumsi protein hewani ini juga sejalan dengan tema Hari Gizi Nasional tahun ini yaitu “MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting” dan slogan ‘MP-ASI Berkualitas untuk Generasi Emas’.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Maria Endang Sumiwi dalam puncak perayaan Hari Gizi Nasional 2024 menyebut pemberian protein hewani pada bayi di atas 6 bulan harus cukup.
“Kalau bisa dua jenis dan itu setiap kali makan,” kata Endang seperti dikutip dari Kompas.com.
Asupan protein hewani, lanjutnya, juga sebaiknya tidak hanya diberikan saat anak mengonsumsi makanan berat, pada makanan snack pun harus selalu ada protein hewaninya.
Baca juga: Begini Anjuran Menteri Kesehatan untuk Mendorong Pemenuhan Gizi Anak
Zat besi juga bisa didapatkan dari protein nabati, namun menurut dr.Juwalita tingkat penyerapannya di usus lebih sedikit dibanding protein hewani.
"Zat besi non-heme yang berasal dari nabati tidak langsung diserap, harus diubah dulu dan perubahannya dapat dipercepat oleh adanya vitamin C sehingga bisa diserap lebih baik," katanya.