SOLO, KOMPAS.com- Perceraian dengan sang suami akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) verbal menyiksa perasaan Nabila (46), bukan nama sebenarnya.
Perpisahan dengan suami yang tidak baik-baik, ditambah ia sempat harus berpisah dengan anak semata wayangnya membuat Nabila hampir setiap hari merasa ketakutan sampai tak bisa tidur di malam hari.
Warga Sukoharjo, Jawa Tengah itu juga mengalami berbagai gangguan psikosomatis seperti kelelahan dan sesak napas.
Baca juga: Untung Banyak Berkat Mobile JKN
Merasa tak kuat menanggung beban hidupnya sendirian, Nabila memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa.
Dengan bercerita kepada orang yang profesional di bidangnya, Nabila berharap ia dapat menemukan seseorang yang bisa mendengarkan masalahnya tanpa menilainya secara sepihak.
“Menurutku, kondisiku saat itu sudah enggak baik buat kehidupan sehari-hari karena aku juga kan seorang ibu yang punya tanggung jawab terhadap mental anak,” kisah Nabila yang ditemui beberapa waktu lalu di Solo, Jawa Tengah.
Nabila pun memilih berobat ke psikiater di sebuah rumah sakit pemerintah. Saat itu, meski menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ia membayar mandiri karena mengira biaya pengobatan kesehatan jiwa tidak termasuk dalam biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan.
“Aku lalu dikasih rujukan agar berobat pakai BPJS saja karena pengobatan ini harus rutin,” katanya.
Nabila pun langsung ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FTKP) untuk meminta rujukan ke psikiater. Awalnya, ia berobat 2 minggu sekali, lalu setelah ada kemajuan, pengobatannya menjadi sebulan sekali.
Pertama kali konsultasi, dokter mengobservasi Nabila menderita depresi yang mengarah ke gangguan bipolar. Lalu, setelah psikoterapi, dokter mendiagnosa ia mengalami depresi, gangguan kecemasan.
Baca juga: Pandemi dan Cerita Mereka yang Beruntung Terdaftar JKN-KIS
Dari berbagai sumber, gejala gangguan bipolar, yang sebelumnya disebut depresi manik, adalah kondisi kesehatan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrem, yang meliputi emosi yang tinggi, misalnya mania atau hipomania dan rendah atau depresi.
Sementara, seperti dilansir laman Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), orang dengan gangguan kecemasan dapat mengalami ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan terhadap situasi tertentu, misalnya, serangan panik atau situasi sosial) atau dalam kasus gangguan kecemasan umum, terhadap berbagai situasi sehari-hari.
Nabila rutin berobat sejak September 2021 hingga sekarang. Tak terasa, mulai Agustus 2024 dia dinyatakan lepas obat.
"Alhamdulillah, aku sudah lepas obat. Dokter berpesan aku harus jaga diri, tidak gampang ke-trigger,” ucap Nabila.
Berobat menggunakan kartu BPJS Kesehatan memang jadi salah satu cara agar pasien dengan gangguan kejiwaan bisa berobat teratur tanpa takut terbentur biaya yang mahal.
Ketua Komunitas Peduli Schizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Solo Raya Fithri Setya Marwati berkisah, biaya pengobatan gangguan jiwa bisa mencapai jutaan rupiah jika tidak menggunakan kartu BPJS Kesehatan. Itu sebabnya, anggota KPSI yang butuh pengobatan jiwa kebanyakan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.