Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atlet Olimpiade Rentan Sakit Asma karena Latihan Berat

Kompas.com - 03/08/2024, 19:03 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Sumber Euronews

 

KOMPAS.com - Untuk meraih medali di ajang Olimpiade setiap atlet harus mengeluarkan kekuatan fisik dan mental luar biasa.

Untuk menjadi yang terbaik mereka telah melewati ribuan jam latihan yang tergolong berat bagi non-atlet. Namun, latihan tersebut juga mendatangkan tantangan bagi para atlet elit, yaitu penyakit paru kronis.

Sekitar 15-20 persen atlet yang mengikuti Olimpiade Paris 2024 menderita asma. Demikian menurut studi tahun 2023 yang dimuat dalam Scandinavian Journal of Medicine & Science in Sport.

Studi tersebut menyebutkan bahwa 80 persen atlet cabang ketahanan menderita bronkokonstriksi yang dipicu oleh olahraga (EIB) atau dikenal juga sebagai asma akibat latihan.

Asma merupakan penyakit paru kronis yang menyebabkan inflamasi dan penyempitan pada saluran napas. Gejalanya meliputi sesak napas, batuk, serta rasa sesak di dada. Pada serangan yang ekstrem asma bisa mengancam nyawa.

Meski kebanyakan asma didiagnosis di usia anak-anak, tetapi asma juga bisa berkembang di usia dewasa. Faktornya antara lain karena genetik, alergi, polutan, dan infeksi paru.

Baca juga: Deretan Atlet Asing di Olimpiade Paris 2024 Ini Keturunan Indonesia, Salah Satunya Lianne Tan

Selain itu, olahraga berat juga dapat memicu gejala pada 9 dari 10 penderita asma. Latihan fisik berat itu juga memiliki efek yang sama pada orang yang sebelumnya tidak terdiagnosis asma.

"Jika Anda seorang atlet elit, risiko terkena penyakit asama karena latihan lebih tinggi dibanding pada populasi umum," kata pakar ilmu sains dan olahraga John Dickinson.

Asma yang diakibatkan olahraga (EIB) merujuk pada jenis asma akibat latihan fisik berat, terutama dalam kondisi dingin dan kering.

Atlet tim Rowling Indonesia, La Memo, saat tampil di Olimpiade 2024 di Nautica St - Flat Water, Sabtu (27/7/2024). 
NOC Indonesia / Wahyu Saputro / ANTARA Atlet tim Rowling Indonesia, La Memo, saat tampil di Olimpiade 2024 di Nautica St - Flat Water, Sabtu (27/7/2024).

Dickinson menjelaskan, ketika kita berolahraga laju ventilasi akan meningkat sehingga kita menghirup lebih banyak udara.

"Sebagian besar udara ini masuk melalui mulut kita. Jadi, saat udara tersebut masuk ke paru-paru, udara tersebut cukup kering dan belum disaring serta belum dihangatkan," jelas Dickinson.

Baca juga: Asma Pada Anak, Kenali Gejala, Penyebab, dan Cara Mencegahnya

Pada saluran napas atlet yang menderita asma akibat olahraga, saluran napas mereka mengalami dehidrasi karena mereka harus melembabkan udara yang baru saja mereka hirup.

Hal itu menyebabkan semacam respons peradangan. Lalu, terjadi penyempitan otot di sekitar saluran napas.

Atlet dengan jenis olahraga ketahanan seperti cross-country, ski, pesepeda, atau pelari lintasan, yang berlatih di udara dingin, lebih beresiko.

Dalam penelitian yang dimuat dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology disebutkan bahwa perenang memiliki risiko terkena asma dibanding atlet olahraga air lainnya. Kondisi ini bisa akibat mereka menghirup sisa produk klorin di permukaan kolam renang.

"Bila kita hanya perenang rekreasi yang berenang sejam selama 3-4 kali seminggu, ini bukan masalah. Tapi atlet renang menghirup uap di kolam renang bisa 5 jam setiap hari, enam kali seminggu. Ini membuat saluran napas mereka lebih sensitif dan rentan asma," paparnya.

Memakai inhaler

Bagi para atlet yang menderita asma, panitia Olimpiade mengijinkan penggunaan inhaler selama pertandingan, tetapi jenis dan dosisnya harus diperhatikan.

Inhaler yang mengandung glucocorticoids diijinkan, tetapi jenis inhaled beta-2 agonist yang melemaskan otot dilarang dipakai di luar dosis tertentu yang diterapkan Lembaga Anti-Doping Dunia (WADA).

Baca juga: Lebih dari 50 Persen Penyakit Asma Kambuh, Apa Penyebabnya?

Para pelatih juga melakukan upaya pencegahan untuk atletnya misalnya memakai inhaler kortikosteroid.

"Walau namanya steroid, tetapi ini adalah jenis hirupan yang secara umum tidak bekerja pada tubuh. Kerjanya hanya di paru sehingga para atlet tidak diatur tentang penggunaannya," kata Dickinson.

Meski menderita asma, tapi banyak atlet berhasil mengatasi kondisinya dan menorehkan prestasi gemilang.

Pelari jarak jauh Paula Radcliffe yang didiagnosis asma akibat latihan ketika remaja, berhasil memegang rekor lari marathon dunia selama 16 tahun, sementara pelari lintasan asal Amerika, Jackie Joyner-Kersee memenangkan 6 medali (3 diantaranya emas) sepanjang kariernya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau