Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Regulasi Penggunaan AI dalam Layanan Kesehatan dan Industri Vaksin

Kompas.com - 16/09/2024, 09:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam industri vaksin dan riset Farmakologi, para peneliti menemukan bahwa AI dapat mengurangi pekerjaan penelitian berulang sehingga menghemat waktu dan biaya.

AI mempermudah penemuan obat dan mempersingkat proses sintesis melalui otomasi eksperimen kimia dan pemodelan machine learning.

Dalam hal R&D obat-obatan secara lebih efisien dan terarah, para peneliti mengemukakan istilah “digital twins” sebagai representasi virtual, dari organ atau individu yang memungkinkan studi bioaktivitas, sifat kimia, dan farmakologis obat baru tanpa menggunakan organ nyata.

Laporan relevan lainnya yang penulis kaji adalah hasil riset Patrick Grunewald & Michael J Laursen yang dipublikasikan laman ofisial EY, dengan judul “How implementation unlocks the true potential of AI in pharma” (18/07/2024).

Para pakar konsultan global terkemuka ini menyatakan bahwa industri farmasi dengan cepat mengadopsi AI untuk meningkatkan segala hal mulai dari R&D hingga perawatan pasien.

Hal ini menuntut integrasi teknologi dan pengembangan kemampuan organisasi. Perusahaan harus mempersiapkan infrastruktur teknologi dan data untuk integrasi inovasi ini.

Menurut EY, raksasa farmasi perlu memastikan bahwa inisiatif AI mereka saat ini meletakkan dasar bagi ekosistem yang fleksibel dan siap untuk masa depan. Dengan demikian, perlunya keselarasan peningkatan teknologi dan kemampuan SDM.

Selanjutnya, untuk melengkapi penelitian ini, saya juga mengkaji publikasi resmi Pfizer berjudul “mRNA and Artificial Intelligence for Advanced Vaccine Innovation” (2024).

Sangat menarik, saat para ilmuwan dan peneliti Pfizer, sukses memanfaatkan AI - Smart Data Query (SDQ) untuk mempercepat pengolahan data uji klinis vaksin COVID-19 beberapa waktu lalu, saat menghadapi pandemi yang mengguncang dunia.

Menurut Pfizer, instrumen ini telah mengurangi waktu pembersihan data dari lebih dari 30 hari, menjadi hanya 22 jam. Pendekatan ini mempercepat pengembangan solusi teknologi untuk tantangan penelitian dan bisnis lainnya.

AI tidak hanya menganalisis big data dengan kecepatan dan akurasi yang tidak dapat dicapai manusia, tetapi juga dapat memanfaatkan pembelajaran mesin untuk belajar dari kesalahan dan meningkatkan kinerjanya seiring waktu.

Namun, semua hal ini tentu perlu landasan dan kepastian hukum. Oleh karena itu, regulasi AI terkait bidang ini perlu dibuat. Tujuannya untuk melindungi para pengguna di satu sisi dan terus memacu perkembangan dan inovasi teknologi AI di sisi lainnya.

Etika dan Regulasi

Realitas menunjukan, hukum positif di berbagai negara saat ini banyak yang tidak siap dan belum dirancang untuk menghadapi teknologi ini.

Kebutuhan hukum memunculkan tantangan, terutama dalam menyeimbangkan perlindungan pengguna, masyarakat, dan tetap mendorong inovasi teknologi. Perkembangan teknologi spektakuler ini membawa tantangan baru berupa etika dan hukum.

Uni Eropa merespons hal ini melalui regulasi ketat berupa Undang-undang AI (EU AI Act), UU Pelindungan Data (GDPR), dan regulasi lainnya. Hal ini untuk memastikan AI yang aman dan etis.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau