KOMPAS.com - Penyakit yang belum diketahui namanya telah menyebabkan kematian 53 orang di Kongo sejak Januari 2025. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tengah menyelidiki penyakit misterius ini.
Gejala utama yang terlihat pada kasus yang dilaporkan termasuk demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri tubuh, berkeringat, leher kaku, batuk, muntah, diare, dan kram perut.
Beberapa juga mengalami mimisan, muntah darah, dan tinja berwarna hitam. Gejala-gejala ini juga terlihat pada demam berdarah, yaitu sekelompok penyakit yang disebabkan oleh beberapa keluarga virus yang ditemukan pada hewan, termasuk kelelawar dan hewan pengerat.
Pejabat kesehatan setempat melaporkan kasus pertama penyakit ini di sebuah desa Boloko di barat laut Kongo. Pelacakan menunjukkan, wabah ini bermula ke tiga anak kecil yang meninggal antara 10 Januari dan 13 Januari.
Baca juga: Penyakit Misterius Dinga Dinga Muncul di Uganda, Penderita Menari Tak Terkendali
Anak-anak tersebut dilaporkan memakan kelelawar sebelum mengalami gejala, yang dimulai dengan demam, sakit kepala, diare, dan kelelahan, lalu berkembang menjadi gejala yang lebih parah, seperti muntah darah.
Kantor regional WHO di Afrika mencatat, kasus tambahan penyakit ini muncul di Boloko pada hari-hari berikutnya, dan lebih banyak lagi terjadi di desa terdekat, Danda. Pada tanggal 27 Januari, Boloko telah mencatat 10 kasus, termasuk tujuh kematian, dan Danda melaporkan dua kasus dan satu kematian.
Kemudian, pada 13 Februari, otoritas kesehatan melaporkan kelompok penyakit kedua di Bomate, desa lain di barat laut Kongo. Pada 15 Februari, terdapat 431 kasus dan 53 kematian yang dilaporkan di kedua wilayah tersebut, menurut laporan tersebut.
Kematian terjadi 48 jam setelah gejala
Data tersebut menunjukkan tingkat kematian kasus hanya di atas 12 persen, dengan hampir separuh kematian terjadi dalam waktu 48 jam setelah gejala muncul. Namun, kondisi di mana seseorang bisa tertular penyakit ini belum diketahui.
Baca juga: WHO: Kasus Malaria Melonjak dalam 5 Tahun Terakhir akibat Krisis Iklim
Para pejabat juga belum menemukan indikasi jelas penyebaran penyakit di antara dua lokasi wabah – Boloko dan Danda di satu zona dan Bomate di zona lain. Dengan kata lain, kedua wabah tersebut berpotensi menjadi penyakit yang berbeda.
Pemeriksaan terhadap pasien menunjukkan semua sampel negatif untuk ebola, malaria, dan virus Marburg.
“Lokasi yang terpencil dan infrastruktur layanan kesehatan yang terbatas memperburuk tantangan respons, dengan fasilitas kesehatan yang kewalahan menangani kasus-kasus,” kata laporan WHO.
Baca juga: 9 Buah Pelancar BAB yang Bantu Bersihkan Usus Kotor
“Meskipun upaya tanggap darurat terus dilakukan, masih terdapat kesenjangan yang signifikan, termasuk terbatasnya kapasitas laboratorium, dinamika penularan yang tidak jelas, dan lemahnya pengawasan.”
Saat ini WHO masih melakukan penyelidikan untuk mencari tahu apakah wabah itu disebabkan oleh penyakit tertentu, termasuk keracunan makanan dan minuman, demam tifoid, atau pun meningitis.
Menurut laporan WHO tahun 2022, ada peningkatkan kasus wabah yang ditularkan dari hewan ke manusia di Afrika antara tahun 2012 sampai 2022. Ebola dan virus yang menyebabkan demam berdarah menyumbang 70 persen wabah itu, dengan angka tertinggi ditemukan di Kongo dan Nigeria.
Baca juga: China Temukan Virus Kelelawar Baru Mirip Covid-19, Bisa Menginfeksi Manusia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.