Hal tersebut mengemuka dalam acara peluncuran Road Map Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia, Senin (24/6) di Jakarta. "Supaya ada pembeda antara yang merokok dan tidak. Nantinya larangan merokok ini akan bersifat lebih tegas," kata pengusul yang juga Ketua Pengurus Pusat Aisyiyah Jawa Timur, Esty Mardiyanti.
Para perokok, menurut Esty, bukannya tidak tahu bahaya yang mengancam, apalagi saat ini info bahaya merokok sudah banyak beredar. Namun kebiasaan ini tak juga dihentikan. Para perokok juga sebagian besar adalah pengguna asuransi, baik JKN maupun Jamkesmas.
"Di sinilah JKN maupun Jamkesmas bisa berperan menghentikan kebiasaan merokok," kata Esty.
Ia menambahkan, dirinya pernah mengusulkan hal serupa pada pelaksanaan Jamkesmas di era menteri kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.
Menanggapi hal tersebut Direktur Jenderal P2PL Kementrian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, tengah mempertimbangkan wacana tersebut. Namun dia tidak secara tegas menyampaikan apakah akan memperlakukan kebijakan tersebut.
"Idealnya memang begitu. Perokok harus membayar lebih karena akan mendapatkan pengobatan yang lebih," kata Tjandra.
Rokok diketahui menjadi sumber kerugian karena mengurangi produktivitas dan meningkatkan beban kesehatan Indonesia. Pada 2013 kerugian Indonesia akibat rokok diperkirakan mencapai Rp.193 triliun. Dicabutnya kepersertaan JKN bagi perokok diharapkan bisa 'memaksa' masyarakat untuk tidak merokok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.