Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/07/2015, 13:00 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

Sumber TIME.com

Di musim kemarau seperti ini, kita tak bisa jauh dari pendingin ruangan. Sejatinya, ada bahaya di balik penggunaan pendingin ruangan. Keluhan asma, alergi memburuk, sakit kepala, hidung berair dan kelelahan mungkin saja disebabkan oleh penggunaan AC.

"Kami terlebih dulu mengenal konsep pemanas, jauh sebelum memiliki pendingin ruangan," kata Dr. Stan Cox, ilmuwan senior dari The Land Institute di Salina, Kansas dan penulis Losing Our Cool : Uncomfortable Truth About Our Air-Conditioned World.

Pada dekade 60-an hanya 12 persen orang Amerika yang memiliki pendingin ruangan. Penghangat ruangan adalah kebutuhan absolut bagi masyarakat yang tinggal di iklim dingin. AC adalah pendatang baru dalam hal alat pengontrol suhu.

"Bila Anda tidak merawat AC di rumah, kantor atau mobil, pendingin itu dapat tercemar dan berbahaya," kata Dr. Mark Mendell, ahli epidemiologi di California Department of Public Health.

Mendell meneliti dampak kesehatan AC bersama departemen energi Lawrence Berkeley National Laboratory. Ia mengatakan, perburukan masalah asma dan alergi dapat berakar dari AC yang terkontaminasi. Sick building syndrome juga bagian dari masalah AC yang tak terawat.

"Kita mulai melihat gejala sick building syndrome pada 70-an dan 80-an. Orang-orang di gedung perkantoran mulai mengeluh bangunan membuat mereka sakit," katanya.

Gejala itu berupa hidung mampet, masalah pernapasan, sakit kepala, kelelahan dan iritasi kulit. Risetnya sendiri membuktikan kaitan sistem AC di gedung dengan gejala-gejala di atas.

"Penjelasannya, terdapat mikroorganisme tumbuh di dalam sistem AC yang mungkin berdampak tak kentara pada orang-orang tertentu. Tetapi belum jelas berapa banyak orang sensitif terhadap sistem itu atau berapa besar masalahnya," katanya.

Tak seperti sistem pemanas, proses pendinginan udara menciptakan banyak kelembaban dan kondensasi yang harus disalurkan. "Bila sistem AC tidak dirawat atau rusak, sistem itu menjadi tempat pembiakan bakteri dan jamur. Untuk melindungi diri sendiri, perlindungan terbaik adalah menservis AC secara rutin," kata Mendell.

Tetapi AC ternyata juga bermanfaat untuk kesehatan. "Polusi udara di luar adalah masalah utama perkotaan, khususnya yang berlalu lintas padat. AC memfilter partikel dari polusi udara di luar," katanya.

"Paparan terhadap partikel polusi udara dapat meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan kematian prematur karena masalah jantung," kata Dr. Michelle Bell, profesor kesehatan lingkungan dari Yale University.

Penelitian Bell menemukan penggunaan AC yang terawat menurunkan risiko seseorang terkena komplikasi penyakit jantung. "Penggunaan AC sentral menyebabkan polusi udara dari luar lebih sedikit yang masuk ke dalam ruangan dibandingkan jendela terbuka," katanya. Di kala serangan panas seperti saat ini yang menyebabkan kematian banyak orang, AC juga menyelamatkan nyawa.

Namun tak dapat diragukan lagi, AC berdampak tak baik bagi lingkungan. "Terutama menyebabkan pemanasan rumah kaca," kata Cox. Pemanas ruangan lebih dahulu menjadi penyumbang gas rumah kaca. Tetapi, belakangan ini semakin banyak orang yang memiliki AC di seluruh dunia. Ia menyarankan mengeset termostat sedikit lebih tinggi di musim panas dan sedikit lebih rendah di musim dingin agar dampaknya tak besar terhadap lingkungan dan kesehatan kita.

Sedikit ketidaknyamanan suhu ternyata baik untuk kesehatan kita. Kita cenderung makan lebih banyak dan mengalami kenaikan berat badan ketika suhu nyaman. "Ketika kita sedikit kedinginan atau sedikit panas, metabolisme berjalan lebih cepat," kata Cox.

Sebuah penelitian mendukung pendapatnya. Ketika terpapar udara dingin yang membuat kita menggigil, hal itu meningkatkan tubuh menyimpan lemak cokelat pembakar energi yang sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com