Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ramneya, Gadis 12 Tahun yang Tak Gentar Lawan Keterbatasan akibat Lupus

Kompas.com - 28/02/2020, 23:37 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis


KOMPAS.com – Tak seperti kebanyakan anak lainnya, Ramneya Eowyn Karelina (12) benar-benar harus ekstra waspada terhadap paparan sinar matahari.

Sekiranya sang surya telah memancarkan teriknya, anak bungsu dari pasangan Pawono (55) dan Erlina Ermawati (43) itu diminta untuk segera mencari tempat berlindung.

Jika tak melakukan antisipasi tersebut, kulit Ramneya biasanya akan terasa seperti terbakar. Dia juga bakal menderita nyeri sendi di sekujur tubuh.

Oleh sebab itu, di sekolah pun Ramneya harus membatasi kegiatannya. Dia terpaksa tak boleh ikut beberapa aktivitas olahraga di luar ruangan.

Baca juga: 9 Gejala Awal Penyakit Lupus pada Anak

Selain itu, Ramneya juga tak dianjurkan untuk turut serta dalam kegiatan pramuka maupun drumband meski dia sangat ingin mengikutinya.

Ramneya mulanya sedih menerima batasan-batasan tersebut. Dia merasa tak bisa leluasa bermain dan belajar seperti teman-teman sebayanya.

Namun lambat laun, bocah itu sudah menyadari jika dirinya adalah penyintas lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Dia berkomitmen akan selalu mendengarkan setiap nasihat orangtua.

“Pokoknya sekarang Ramneya nurut sama Bapak Ibu biar enggak sakit lagi,” jelas Ramneya saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Jumat (28/2/2020).

Ramneya merasa beruntung kini tak lagi harus terus-menerus minum obat. Hal itu dikarenakan, dirinya sudah dinyatakan masuk masa remisi sejak tahun 2017 lalu.

Masa remisi adalah masa di mana orang dengan lupus (odapus) tidak memerlukan obat. Pada masa ini, odapus terpantau dalam keadaan stabil.

Meski demikian, Ramneya tetap saja diminta untuk menjaga kondisi tubuh. Hal itu penting mengingat suatu saat nanti lupus bisa kembali aktif.

Selain menghindari terik matahari terlalu lama, Ramneya juga diminta untuk tidak jajan sembarangan. Dia pun mengaku terkadang protes kepada sang ibu karena dilarang jajan. Tapi, upayanya tersebut lebih sering gagal.

Sang ibu maupun sang ayah selalu melarang Ramneya jajan makanan yang mengandung bahan penyedap rasa dan pengawet. Dia pun hingga kini hampir selalu makan makanan yang dibuat atau disiapkan oleh ibunya, Lina.

"Makanan Ibu enak kok, hehehe," kata Ramneya ketika dimintai komentar mengenai larangan jajan dan harus makan makanan bikinan sang ibu.

Meski serba terbatas, Ramneya tak patah semangat. Dia kini telah menyadari jika tak mungkin sembuh dari lupusnya. Ramneya hanya bisa mencegah agar gejala penyakitnya tersebut tak lagi kambuh.

Baca juga: 3 Dampak Buruk Orangtua Main Ponsel di Dekat Anak

Bahkan, karena penyakitnya itu, dia kini memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Ramneya berharap mempunyai kemampuan untuk bisa menolong para penyintas lupus lainnya.

"Kasihan dengan adik-adik (penyintas lupus yang berusia lebih muda darinya)," kata Ramneya menjawab soal alasan ingin jadi dokter.

Sejak bergabung dengan Yayasan Tittari Solo, Ramneya kerap diajak oleh sang ibu ikut menghadiri pertemuan dengan para penyintas lupus lain. Dari situlah, dia bertemu juga dengan para penyintas lupus yang juga masih anak-anak, bahkan lebih kecil.

Karena telah memasuki masa remisi, tidak jarang Ramneya pun oleh pengurus Yayasan Tittari Solo, diminta untuk bercerita mengenai pengalamannya melawan lupus.

Dia juga kerap diajak tampil di hadapan publik saat digelar acara tertentu, seperti peringatan Hari Lupus Sedunia di rumah sakit maupun tempat umum lainnya. Ramneya dipersilakan untuk tampil menari.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau