Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ramneya, Gadis 12 Tahun yang Tak Gentar Lawan Keterbatasan akibat Lupus

Kompas.com - 28/02/2020, 23:37 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

"Semoga yang lain juga bisa segera tidak harus minum obat," harap Ramneya.

Saat diwawancarai, ibu Ramneya, Lina, masih ingat jika anaknya itu didiagnosis menderita lupus pada Desember 2015. Dia bercerita, awalnya di bulan Mei 2015, Ramneya harus masuk ke Rumah Sakit karena mengalami gejala tipes.

Beberapa hari setelah itu, kondisinya sempat membaik. Namun sebulan kemudian, Ramneya ternyata didiagnosis mengidap tipes lagi dan harus kembali menginap di RS.

Sama seperti sebelumnya, Ramneya sempat dinyatakan sembuh. Tapi, dua bulan kemudian, pada Juli 2015, dia harus masuk ke RS lagi dengan keluhan yang sama, yakni mangalami panas, mimisan, sariawan, dan demam seperti gejala demam berdarah dengue (DBD).

Sebulan lagi, dia giliran dinyatakan menderita vaskulitis, yakni peradangan pada pembuluh darah yang menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah. Perubahan yang terjadi pada Ramneya salah satunya munculnya luka di kulit.

Sebulan kemudian, kata Lina, Ramneya malah didapati mimisan selama tiga jam tidak berhenti. Akhirnya, dia pun dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Solo selama 2 bulan pada November sampai Desember 2015.

"Dua Minggu setelah masuk RS, Ramneya baru terdeteksi alami lupus. Dia pun harus rutin konsumsi obat dan menjalani kemoterapi," jelas Lina.

Lina mengatakan mulanya Ramneya menjalani kemoterapi sekali seminggu. Setelah enam bulan kemudian, dia ganti harus kemoterapi sebulan sekali dan dilanjut tiga bulan sekali. Lina bersyukur Ramneya hanya perlu waktu 2 tahun untuk bisa masuk masa remisi.

"Dulu dia harus jalani kemoterapi, jam 6 sore tindakan pasang infus lalu jam 12 malam masuk obat sampai jam 6 pagi. Saya kasihan kalau harus mengingatnya," tutur Lina.

Baca juga: 6 Cara Jaga Kesehatan Mata Ketika Terlalu Lama Main Game di Gadget

Pentingnya berkomunitas

Lina menilai RSUD Dr. Moewardi sangat bagus dalam pelayanan kepada para penyintas lupus. Dia menyaksikan, para dokter begitu memerhatikan Ramneya. Ketika dia menyampaikan keluhan sedikit saja yang dialami Ramneya, dokter langsung mengecek semua kondisi anaknya.

Dia juga merasa sangat terbantu dengan adanya Yayasan Tittari Solo. Lina mendapat banyak dukungan secara moril maupun materiil dari para pengurus maupun anggota Yayasan lainnya selama mendampingi Ramneya.

Oleh karena itu, dia pun merasa senang jika Ramneya diundang untui ikut menyemarakan acara yang diadakan Yayasan. Dia berharap Ramneya bisa menginspirasi para penyintas lupus lainnya.

Lina tak menampik jika mendampingi odapus adalah tugas yang cukup berat. Namun, menurut dia, jerih payah tersebut rasanya tak sebanding dengan kesulitan yang dialami oleh para penyintas lupus itu sendiri.

Maka dari itu, Lina merasa begitu gembira ketika Ramneya bisa tersenyum dan menjalani aktivitas seperti anak-anak lainnya. Dia bercerita, meski telah memasuki masa remisi, Ramneya masih diberi obat herbal untuk mendukung staminanya. Lina ingin Ramneya bisa

Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi, dr. Arief Nurudhin, Sp.Pd, menerangan penyakit lupus adalah penyakit autoimun kronis yang menyebabkan radang multisistem akibat pengendapan kompleks imun yang tidak spesifik pada berbagai organ yang penyebabnya belum diketahui secara jelas.

"Jadi lupus ini penyakit yang menyerang seluruh organ tubuh, dari ujung kaki hingga kepala. Lupus juga dikenal sebagai penyakit seribu wajah karena bisa dikenal sebagai penyakit lain. Bisa panas yang tidak turun-turun, ternyata lupus. Bisa nyeri sendi yang tidak sembuh-sembuh, ternyata lupus. Bisa sariawan tidak sembuh-sembuh ternyata lupus," kata dia.

Terkait kasus, Arief menuturkan, jumlah orang dengan gejala lupus yang memeriksakan diri ke RSUD dr. Moewardi terus meningkat dari tahun ke tahun. Dia yakin peningkatan jumlah itu adalah indikasi atas kesadaran dan pemahaman masyarakat akan lupus yang kian naik.

“Peningkatan itu semoga bukan karena makin banyak penderita lupus, tapi sebagai tanda bahwa masyarakat kian paham untuk memeriksakan diri dengan gejala-gejala yang timbul sebagai penyakit lupus,” kata Arief.

Arief mengatakan pertemuan antaraodapus sangat penting dilakukan untuk kebaikan para penyintas lupus. Selain itu perlu juga dilakukan oleh odapus atau keluarga odapus untuk menjalin relasi dengan para pemerhati penyakit lupus. Menurut dia, hal itu penting sebagai upaya untuk saling memberikan pandangan tentang upaya terbaik menghadapi penyakit lupus.

Imunisasi pengidap lupus

Ketua Yayasan Tittari Solo, Winjani Prita Dewi, berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih besar kepada persoalan lupus, seperti kepada kanker, HIV/AIDS, ataupun thalasemia. Dia merasa, khususnya di Solo, lupus masih sering dianggap hal kecil yang tidak berbahaya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau