KOMPAS.com - Virus corona jenis SARS-CoV-2 biang penyakit Covid-19 berdampak besar pada kehidupan.
Pandemi ini membuat banyak orang merasa bingung, cemas, stres, dan frustasi.
Sejumlah orang khawatir sakit atau tertular Covid-19. Di sisi lain mereka juga risau masalah finansial, pekerjaan, masa depan, dan kondisi setelah pandemi.
Baca juga: Ciri-ciri Stres Menghadapi Wabah Virus Corona
Asisten Direktur di Pusat Studi Stres Traumatis Uniformed Services University of the Health Sciences AS, Joshua Morganstein, M.D. menyampaikan, emosi tersebut wajar.
"Belakangan banyak ketidakpastian. Kondisi itu membuat orang sulit merencanakan masa depan. Hal itu membuat orang jadi jengkel," kata dia kepada Self (4/5/2020).
Bagi sebagian orang, rasa stres dan cemas menghadapi pandemi corona bisa sampai mengganggu kesehatan mental.
Terlebih jika sebelumnya seseorang memiliki riwayat gangguan kecemasan, depresi, serangan panik, atau gangguan obsesif kompulsif.
Baca juga: 7 Manfaat Berkebun di Rumah untuk Kesehatan
"Gejala gangguan kesehatan mentalnya bisa jadi meningkat di masa pandemi," jelas dia.
Menurut profesor epidemiologi psikiatrik di Harvard TH Chan School of Public Health, Karestan Koenen, Ph.D, stres menghadapi pandemi dalam jangka panjang juga dapat memicu gangguan stres pascatrauma (PTSD).
"Stres bisa menjadi sesuatu yang traumatis saat kita merasa tidak mampu mengatasinya," jelas Koenen.
Baca juga: Jajal Challenge Viral saat Pandemi Corona Baik untuk Kesehatan Mental
Ketika menghadapi potensi bahaya, sistem saraf simpatik otomatis berada dalam mode mempertahankan diri.
Hal itu dikontrol bagian otak yang mengendalikan emosi bernama amigdala.
Saat stres, amigdala mengirimkan "sinyal marabahaya" ke kelenjar hipotalamus di dasar otak.
Hipotalamus lantas memberikan kode pada kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon stres kortisol dan adrenalin.