KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, darah bisa menjadi sesuatu yang mengerikan atau menakutkan.
Tapi, rasa takut saja akan darah belum bisa dikatakan sebagai kondisi phobia darah atau hemophobia.
Psikolog klinis Jennyfer, M.Psi., berpendapat seseorang baru dapat disebut mengalami fobia darah atau hemofobia ketika rasa takutnya akan darah sampai menimbulkan keluhan atau gejala fisik.
Baca juga: Pemilik Golongan Darah Ini Dianggap Lebih Rentan Terkena Diabetes
“Dibilang hemophobia jika memang ada gejala fisik yang memang benar-benar sudah sangat mengganggu,” terang Jennyfer saat diwawancarai Kompas.com, Senin (4/10/2021).
Jennyfer menyebut, ketakutan saat melihat darah bisa saja sekadar menimbulkan ketidaknyamanan sehingga orang-orang memilih untuk menghindarinya.
Menurut dia, ketakutan terhadap darah baru bisa dikatakan sebagai hemophobia jika timbul beberapa gejala fisik berikut:
“Kalau misalnya (rasa takut terhadap darah) sudah ke tahapan sana (menimbulkan gejala fisik) yang sampai mengganggu diri kita atau bisa sangat mengganggu aspek hidup kita yang lain, itu baru bisa dikategorikan ke hemophobia,” jelas Jennyfer.
Baca juga: Pemilik Golongan Darah Ini Dianggap Lebih Rentan Terkena Rematik
Dia menerangkan diagnosis phobia darah pada seseorang memerlukan bantuan tenaga profesional, yaitu psikolog atau psikiater.
“Semua orang pasti punya emosi takut. Itu adalah emosi dasar manusia. Tapi bukan berarti semua orang itu punya fobia karena kita selalu pasti punya ketakutan,” kata dia
Jennyfer menjelaskan fobia atau kecemasan berlebihan dapat terjadi karena berbagai faktor.
Ini mungkin termasuk:
Baca juga: Infeksi Aliran Darah
Dalam kasus phobia darah, trauma psikologis yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kondisi tersebut, misalnya pernah melihat orang terdekat mengeluarkan banyak darah akibat kecelakaan.
Pengalaman traumatis dapat menyebabkan seseorang teringat dengan masa lalu sehingga timbul kecemasan berlebihan saat melihat darah.
Tidak hanya bisa dipicu oleh pengalaman traumatis, fobia darah juga dapat timbul sebagai pengaruh pola asuh.
Menurut dia, pada umumnya anak kecil selalu suka berlarian ke sana ke mari. Tapi, beberapa orang tua kerap melarang anak mereka untuk berlarian karena tidak ingin anak-anak terjatuh dan berdarah.