Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siklus Penyakit DBD Berubah, Pencegahan Jadi Kunci

Kompas.com - 24/06/2024, 17:11 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu ancaman utama kesehatan masyarakat di dunia. Insiden penyakit ini juga meningkat di Indonesia. Perubahan iklim yang kian tidak menentu ikut mengubah siklus penyakit DBD.

Lonjakan kasus DBD pada awal tahun 2024 dapat menjadi penanda akan terjadinya perubahan siklus peningkatan wabah DBD di Indonesia yang dalam 15 tahun terakhir (dari tahun 2007) terpantau meningkat signifikan setiap tiga tahun.

"Biasanya kasusnya naik mulai November, lalu puncaknya di bulan Februari sampai Maret. Tapi sekarang iklim sudah kacau sehingga siklus penyakit ini juga berubah," papar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementrian Kesehatan, dr.Imran Pambudi dalam acara konferensi pers Indonesia Dengue Summit 2024 di Jakarta (23/6/2024).

Ia memaparkan, suhu bumi yang semakin panas membuat nyamuk lebih sering menggigit manusia. Kondisi ini diperparah dengan musim kemarau yang diselingi dengan hujan sehingga nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD makin mudah berkembang biak.

Baca juga: Risiko Penularan Demam Berdarah pada Olimpiade Paris 2024

Pemerintah telah menetapkan sejumlah strategi pengendalian dan pencegahan DBD termasuk melakukan intervensi pada lingkungan, vektor, dan juga manusia.

Intervensi lingkungan bertujuan untuk membuat nyamuk tidak merasa nyaman melalui program 3M Plus. Sedangkan intervensi pada vektor atau nyamuk ditargetkan untuk membunuh larva dan nyamuk.

"Intervensi vektor dengan menggunakan zat-zat kimia pembunuh larva, untuk fogging, serta teknologi nyamuk ber-wolbachia," katanya.

Sedangkan intervensi pada manusia dilakukan dengan mengubah perilaku dan peningkatan kesadaran masyarakat, dan melakukan vaksinasi dengue.

Percontohan di Kalimantan Timur

Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah pertama di Indonesia yang sudah melakukan program imunisasi massal vaksin dengue untuk anak sekolah.

Ketua Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kalimantan Timur, dr. William S. Tjeng, Sp.A(K), mengatakan saat ini sudah ada 9.800 anak yang mendapatkan dosis pertama vaksin dengue, yang akan dilanjutkan untuk dosis kedua.

Baca juga: Efektivitas Vaksin Dengue untuk Mencegah Demam Berdarah

Vaksinasi tersebut sudah dilakukan di Kota Balikpapan dan Samarinda. Kedua kota ini memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan kasus DBD yang tinggi.

"Kota Samarinda selama ini punya angka kejadian DBD yang tinggi. Salah satu penyebabnya karena hampir semua rumah punya tandon air dan daerahnya kebanyakan berawa-rawa," paparnya dalam acara yang sama.

Ia mengatakan, berkat sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya vaksinasi untuk mencegah DBD, program imunisasi yang menyasar anak usia sekolah ini berjalan lancar.

"Sejauh ini tidak ada KIPI pada peserta yang divaksin, paling hanya sedikit rasa nyeri di tempat bekas suntikan," kata dr.William.

Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) mengatakan tindakan pencegahan yang terintegrasi sangat diperlukan untuk melawan DBD.

"Salah satu inovasi yang saat ini direkomendasikan oleh beberapa organisasi profesi di Indonesia, baik oleh IDAI, PAPDI, maupun PERDOKI adalah melalui program vaksinasi. Dengan meningkatkan kekebalan masyarakat, akan sangat membantu menurunkan tingkat keparahan
serta risiko kematian akibat DBD," katanya.

Baca juga: Cara Kerja Nyamuk Wolbachia untuk Melawan Virus Dengue

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com