Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Hobi Minuman Manis Bisa Jadi Penyebab Gagal Ginjal

Kompas.com - 11/07/2024, 16:05 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Minuman manis saat ini hadir dalam berbagai pilihan; mulai dari jus kemasan, kopi kekinian, teh susu, hingga softdrink. Meski enak di lidah tapi konsumsinya perlu dibatasi agar tidak memicu masalah kesehatan.

Data Survei Kesehatan Indonesia menunjukkan lebih dari 50 persen anak-anak usia 3-14 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari. Tingginya konsumsi minuman manis ini menjadi salah penyebab saat ini penyakit diabetes melitus diderita di usia muda.

Diabetes yang tidak terkontrol pada akhirnya akan menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk gagal ginjal kronik yang memerlukan cuci darah.

Pennyakit gagal ginjal kronik termasuk penyakit penyebab kematian terbesar di Indonesia. Pada 2013, prevalensi penyakit ginjal kronis pada usia 15 tahun ke atas berdasarkan diagnosis dokter sebesar 2,0 per 1.000 penduduk. Sementara pada 2018 meningkat menjadi 3,8 per 1.000 penduduk.

Baca juga: 4 Komplikasi Diabetes yang Paling Umum di Indonesia

Menurut dr.Elizabeth Yasmine Wardoyo, Sp.PD-KGH, perjalanan penyakit gagal ginjal kronik berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada kendali metaboliknya.

"Misalnya sama-sama sakit diabetes melitus, tapi kadar gula darahnya terkontrol atau tidak, akan mempengaruhi seberapa cepat rusak ginjalnya," papar dokter dari RS Pondok Indah Bintaro ini.

Kadar gula darah yang tinggi dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah di ginjal. Padahal unit filter di ginjal dipenuhi oleh banyak pembuluh darah. Tanpa aliran darah yang lancar, ginjal pun menjadi rusak dan albumin (protein) akan tidak bisa disaring sehingga keluar melalui urine.

Kondisi ginjal akan cepat menurun jika pengidap diabetes juga menderita tekanan darah tinggi.

Pada tahap lanjut, pasien gagal ginjal kronik akan memerlukan terapi cuci darah untuk menggantikan fungsi ginjalnya.

"Ginjal dikatakan gagal, jika fungsi ginjal kurang dari 15 persen. Itu adalah indikasi perlu cuci darah," ujar.dr.Elizabeth.

Baca juga: Siapa yang Berisiko Menderita Diabetes Tipe 2? Ini Ulasannya...

Ia menyebut, terapi cuci darah tidak menyembuhkan penyakit ginjal tetapi bertujuan untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh.

"Mesin cuci darah akan menggantikan ginjal untuk mengeluarkan racun-racun dan elektrolit berlebih dari tubuh. Jadi mesin itu menjalankan fungsi ginjal," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau