KOMPAS.com - Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk balita di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 17,9 persen sedangkan yang tergolong pendek sebesar 35,6 persen. Selain itu, sebanyak 14,2 persen balita dengan berat badan lebih. Angka ini tentu memprihatinkan.
“Jika tidak teratasi kita akan menghadapi generasi dengan masalah gizi dalam kurun waktu 20 – 25 tahun mendatang," tegas Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Made Astawan.
Seperti kita tahu, gizi buruk dapat menimbulkan risiko mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Kondisi malnutrisi dapat menyebabkan beragam penyakit seperti obesitas atau penyakit regeneratif yang timbul karena menurunnya fungsi-fungsi organ tubuh. Karena itulah, pengetahuan, pemahaman bahkan kepedulian akan gizi perlu ditingkatkan.
“Hal yang sangat berperan adalah faktor ekonomi dan pendidikan gizi. Tak sedikit masyarakat yang berkecukupan secara finansial akan tetapi tingkat pengetahuan gizi rendah, sehingga yang terjadi anak mengalami obesitas, begitupun masyarakat yang memang kurang secara finansial sehingga gizinya pun kurang,” papar Prof. Astawan.
Beliau menegaskan, dalam konsep gizi, tak ada satu pun makanan yang bisa mencakup semua gizi yang diperlukan tubuh. Sebenarnya sifat dari bahan pangan mengandung kelebihan dan kekurangan. Ada yang tinggi dan rendah. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah selalu berupaya memenuhi komposisi makanan yang dianjurkan sesuai dengan piramida makanan.
“Kita harus meramunya melalui konsep komplementer, yakni saling melengkapi. Contohnya bubur kacang hijau yang dilengkapi dengan ketan hitam. Begitu juga ada konsep suplementasi, yaitu menambahkan sesuatu yang kurang pada bahan pangan tertentu, untuk mempertinggi kadarnya,” ujar Prof. Astawan.
Nah, dalam praktiknya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para orangtua untuk menanamkan pentingnya gizi sejak usia dini. Berikut beberapa langkah di antaranya :
-Ajarkan mengonsumsi makanan sehat sejak dini
Sejak ibu hamil, upayakan untuk menyantap makanan bergizi karena berpengaruh pada kesejahteraan janin. Kemudian, setelah ia lahir, upayakan untuk memberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Pada usia selanjutnya, pastikan kita membuat makanan sendiri untuk si kecil. Hindari menggunakan bahan pengawet atau pewarna.
-Ajak anak mengonsumsi makanan bervariasi
Buat daftar makanan yang disukai anak, pun buat menu yang perlu dicoba agar suka. Misal, bila ada sayur atau buah yang tak disukai, kita bisa coba mencari cara mengolahnya sehingga ia dapat menyukai makanan tersebut.
Minta ia memilh dua warna buah atau sayuran di piringnya setiap kali makan. Agar tak monoton, pastikan makanan beraneka warna, buah-buahan dan sayuran yang berwarna-warni, seperti hijau dari sayur, kuning dari jagung, serta putih, kuning, dan merah dari buah-buahan.
-Ajak anak menyiapkan makanan
Bila anak sudah lebih besar, libatkan ia dalam ragam aktivitas, misalnya mengajak ia ke pasar membeli bahan pangan, bagaimana mencuci atau mengupas, hingga ajak ia untuk mempersiapkan meja makan dan menghidangkan atau menyusun makanan. Ajak si koki kecil bagaimana memasak yang sehat, misal mengajari menggunakan oven untuk mengukus atau merebus.
-Belajar warna makanan
Saat makan bersama, kenalkan pula pada anak-anak tentang warna makanan beserta manfaatnya. Misalnya, wortel berwarna oranye kaya akan kandungan Vitamin A dan bermanfaat dalam menyehatkan penglihatan dan seterusnya.
Warna hijau pada brokoli mengandung beragam vitamin dan antioksidan yang berguna untuk mencegah penyakit seperti kanker. Demikian pula dengan warna merah dan kuning pada semangka merupakan lycopene, salah satu komponen karotenoid sama halnya dengan betakaroten yang bermanfaat sebagai antioksidan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.