KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, cheating day atau hari pembebasan adalah hal yang penting dalam menjalani diet. Alasannya, cheating day dapat memberikan "kesegaran" saat jenuh berdiet sehingga mampu menjaga motivasi.
Sebenarnya tidak ada kata "sulit" atau "berat" dalam menjalankan diet. Bila diet sudah menjadi gaya hidup, maka tidak lagi diperlukan satu hari khusus untuk libur dari diet atau disebut juga dengan "cheating day"
"Saat berdiet, buat apa membohongi diri sendiri dengan cheating day?" ujar dr.Grace Judio-Kahl saat diwawancarai seusai konferensi pers dalam rangka ulang tahun Klinik lightHOUSE di Jakarta, pada Rabu (20/8/2014).
Sejatinya pengertian diet sendiri bukanlah program penurunan berat badan, tetapi pengaturan pola makan yang tepat sehingga tujuan jangka panjang dapat tercapai, yakni hidup lebih sehat. Prinsip penurunan berat badan justru bisa menjadi hambatan karena program dijalankan dengan berat.
Menurut Grace, ketika diet tidak dilakukan dengan cara menyiksa, orang akan menjalaninya dengan fun sehingga tidak membutuhkan cheating day. Menurutnya, kunci kesuksesan program diet adalah mengubah mindset seseorang untuk makan lebih sehat.
Dalam prinsip diet tersebut, orang tetap boleh menikmati hidup dengan makan makanan yang mendapat stigma tidak sehat. Dengan catatan, jumlahnya harus sangat dibatasi.
"Makan nasi goreng kambing dengan emping? Boleh saja asal jumlahnya dibatasi dan tidak melebihi jumlah kebutuhan kalori dalam satu hari," paparnya.
Faktor yang paling mempengaruhi lonjakan berat badan adalah asupan makanan yang melebihi kebutuhan tanpa diimbangi aktivitas yang cukup, atau yang dikenal dengan istilah sedentary lifestyle (gaya hidup kurang bergerak). Padahal aktivitas yang cukup diperlukan untuk membakar kelebihan energi yang ada. Jika tidak, maka kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak.
Selain itu, faktor lainnya yang berpengaruh adalah impulsifitas atau ketidakmampuan mengontrol diri saat dihadapi dengan makanan.