Penapisan (screening) dengan tes pap smear merupakan salah satu pemeriksaan rutin yang disarankan untuk kaum wanita. Dengan tes ini bisa dideteksi adanya human papilloma virus (HPV) dan sel penyebab kanker di leher rahim (serviks).
Tes pap smear dianjurkan dilakukan minimal sekali setahun. Sedikit cairan leher rahim diambil menggunakan spatula atau sikat kecil yang halus oleh bidan atau dokter spesialis kebidanan. Cairan itu lalu diperiksa di laboratorium. Dari hasil pemeriksaan bisa diketahui apakah sel-sel leher rahim tampak normal atau sudah menunjukkan tanda-tanda tidak normal.
"Tujuan dari pap smear adalah mencari lesi pra-kanker. Jika ditemukan bisa sembuh 100 persen, tapi jika dibiarkan bisa menjadi kanker," kata dr.Andi Darma Putra, Sp.OG(K), subspesialis onkologi, dalam acara seminar Waspadai HPV, Jangan Tunda Lakukan Vaksinasi di Jakarta (14/10/14).
Penelitian menunjukkan, deteksi dini dengan pap smear atau IVA efektif menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serviks sebesar 85 persen.
Apabila ditemukan lesi pra-kanker, dokter akan melakukan konisasi (mengangkat jaringan yang mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya).
Menurut ADP, panggilan Andi, konisasi dilakukan pada lesi pra-kanker derajat sedang sampai tinggi. "Lesi ini bisa jatuh menjadi kanker, sehingga harus dilakukan konisasi. Tindakan ini terbilang aman karena mulut serviks kalau dipotong akan tumbuh lagi. Konisasi juga tidak memengaruhi kehamilan atau aktivitas seksual," katanya.
Sementara itu jika ditemukan kanker serviks stadium 1, dokter akan mengangkat rahim. Kemungkinan sembuh pasien juga lebih besar dan kanker tidak punya kesempatan untuk menyebar.
Sayangnya, cakupan penapisan di Indonesia masih rendah, kurang dari 5 persen. "Penyebaran informasi mengenai manfaat dan pentingnya melakukan screening masih sedikit sehingga masyarakat kurang peduli," kata ADP.