Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/12/2014, 10:13 WIB
Indra Akuntono

Penulis


KOMPAS.com
 — Di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur, ada sekelompok relawan pengajar bernama Sahabat Anak. Di tempat ini, ada sekitar 30 anak usia sekolah yang rutin mengikuti bimbingan belajar bersama Sahabat Anak. Salah satu relawan pengajarnya adalah Dira Noveriani Hanifah.

Dira masih berusia sangat muda. Ia lahir di Jakarta pada 8 November 1997 dari orangtua yang asli kelahiran Jawa.

Siswi kelas XII Lab School, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu selalu meluangkan waktu senggangnya pada hari Minggu untuk bertemu anak didiknya di Pasar Rebo. Ia memerlukan waktu sekitar satu jam dari rumahnya di Cimanggis menuju lokasi mengajar.

Dira mendapat tugas mengajar Matematika dan Bahasa Inggris untuk anak-anak usia 7-9 tahun, setiap hari Minggu, mulai pukul 15.00-17.00 WIB. Kegiatan ini telah rutin ia jalankan sejak sekitar enam bulan lalu. Tanpa honor, tanpa pamrih.

Dira bergabung dengan Sahabat Anak karena terdorong ingin mencari wadah yang tepat untuk menumpahkan hasrat sosialnya. Setelah mendapat informasi, ia pun mendaftar dan resmi menjadi relawan Sahabat Anak mulai April 2014.

Selain mengajar Matematika dan Bahasa Inggris, Dira juga getol mengedukasi anak didiknya tentang pentingnya budaya hidup sehat. Ia menularkan cara hidup sehat dari hal paling sederhana, yakni mencuci tangan dan membersihkan diri sehabis buang air.

"Budaya hidup bersih adalah hal kecil yang memberi dampak sangat besar," kata Dira saat ditanya mengenai makna hidup sehat untuknya, di Jakarta, Senin (17/11/2014).

Setali tiga uang, Dira seperti mendapat keuntungan ganda menjalankan kegiatannya sebagai relawan. Pasalnya, kini Dira dapat memenuhi syarat mempunyai pengalaman menjadi relawan untuk masuk di salah satu universitas di Amerika Serikat.

Ya, setelah lulus dari SMA, Dira ingin melanjutkan studi di Negeri Paman Sam tersebut. Bidang studi yang ia ambil adalah psikologi, satu disiplin ilmu yang telah ia sukai sejak di bangku SMP.

Mengenai budaya hidup sehat, Dira anggap itu sebagai hal mutlak. Ia coba menularkan pemahaman itu kepada anak didiknya dengan cara bercerita atau diselipkan di tengah-tengah pelajaran yang ia sampaikan.

Keinginan Dira untuk terjun dan bertindak nyata mewujudkan budaya hidup bersih mulai berkecamuk di dalam benaknya sejak kelas X SMA. Momentumnya adalah saat ia ikut study tour bersama sekolahnya ke sebuah desa di Jawa Barat.

Dira menceritakan, desa yang menjadi lokasi study tour itu cukup terpencil dan saat itu sulit mendapatkan sinyal untuk menggunakan telepon seluler. Di desa itu juga masyarakat setempat masih buang air besar (BAB) di sungai yang airnya juga digunakan untuk mencuci pakaian, mandi, dan memasak.

"Dari situ saya sering complain. Sampai akhirnya saya pikir enggak bisa cuma complain doang. I have to do something. Kalau cuma complain tapi do nothing, ya enggak akan mengubah apa-apa," ujar Dira.

Apa yang dikerjakan Dira untuk menularkan budaya hidup sehat kepada anak didiknya tentu tak langsung membuahkan hasil. Hidup bersih adalah budaya, hanya kesabaran dan semangat tanpa lelah yang mampu mewujudkannya. Terlebih, anak-anak yang ia ajari telah berusia di atas tujuh tahun, di mana kebiasaan anak-anak telah terbentuk dan perlu kesabaran khusus untuk mengubah kebiasaan itu ke sisi yang lebih positif.

"Anak-anak sebenarnya tahu hidup bersih, tapi sulit membiasakannya," ungkap Dira.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau