Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/03/2016, 09:15 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang menyebabkan kematian tertinggi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, sebanyak 67 ribu orang meninggal per tahun karena TB. Padahal, penyakit TB bisa disembuhkan.

"Sulitnya kita meyakinkan masyarakat bahwa penyakit ini dapat disembuhkan. Makanya kita selalu katakan, TB itu bisa disembuhkan, tetapi perlu kesabaran. Selama enam bulan patuh minum obat, bisa sembuh total," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, HM Subuh dalam jumpa pers di Gedung Kemenkes RI, Rabu (23/3/2016).

Setiap tahun, sekitar 300 ribu pasien TB menjalani pengobatan. Namun, sekitar 10 persen pasien tidak menyelesaikan pengobatan.

Menurut Subuh, banyak pasien yang tidak patuh minum obat karena bosan atau merasa kondisinya sudah lebih baik sebelum 6 bulan. Ada pula masalah putus obat karena pasien pindah tempat tinggal. Untuk benar-benar bebas dari kuman TB, minum obat harus tuntas selama minimal 6 bulan.

Dampaknya tak hanya pada pasien itu sendiri, tetapi orang-orang di sekitarnya. Jika TB terus menular, upaya penurunan jumlah kasus TB pun gagal. "TB aktif bisa menginfeksi 10 sampai 15 orang," kata Subuh.

Jika tidak patuh minum obat, TB bisa berkembang menjadi TB resisten hingga multi-drug resistant (MDR)-TB. Kemudian, jika pasien MDR-TB juga tidak patuh minum obat, penyakit bisa berkembang menjadi extensively drug-Resistant (XDR) TB. MDR-TB maupun XDR-TB membutuhkan biaya lebih besar dan lama.

Saat TB tahap awal atau TB reguler, biayanya sekitar Rp 1,2 juta untuk 6 bulan. Namun, jika sudah terkena MDR-TB, biayanya bisa lebih dari Rp 100 juta. Tingkat kesembuhannya pun lebih rendah dibanding TB reguler.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com