JAKARTA, KOMPAS com - Kasus kematian mendadak ternyata sebagian besar disebabkan oleh gangguan irama jantung atau disebut aritmia. Gangguan ini sering kali tidak terdeteksi sebagai penyakit jantung.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Yoga Yuniadi menjelaskan, aritmia merupakan penyakit yang mengenai sistem listrik jantung. Irama jantung bisa menjadi terlalu cepat (takikardia) atau sebaliknya terlalu lambat (bradikardia).
"Keadaan kelainan irama seperti itu penanggung jawab lebih dari 80 persen kematian mendadak," kata Yoga dalam diskusi di Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Yoga mengungkapkan, kasus yang paling banyak menyebabkan kematian yaitu aritmia ventrikel atau gangguan irama yang berasal dari bilik jantung.
Pada aritmia ventrikel, denyut jantung menjadi sangat cepat hingga akhirnya mengalami henti jantung dan berujung pada kematian mendadak. "Sebenarnya saat itu jantung tidak benar-benar berhenti. Tetapi, saking cepatnya irama jantung, bergetar sampai jadi seperti tak berdenyut," jelas Yoga.
Aritmia ventrikel dengan cepat, dalam kurun waktu empat menit, sudah bisa menyebabkan henti jantung. Jika tidak segera ditangani, akan berdampak buruk pada otak hingga kematian mendadak.
Untuk mencegah kematian mendadak, orang yang memiliki gangguan irama jantung bisa melakukan pemasangan implantable cardioverter defibrillator (ICD) atau alat pacu jantung. ICD berfungsi untuk mengembalikan irama jantung menjadi normal kembali dalam hitungan detik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.