Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Baiknya Konsumsi Kunyit dan Temulawak Saat Pandemi Covid-19?

KOMPAS.com – Pada pertengahan Maret 2020, media sosial sempat diwarnai dengan unggahan yang menyertakan hasil penelitian terkait kandungan kunyit dan temulawak.

Seorang ilmuan dari salah satu perguruan tinggi di Bandung lewat akun media sosialnya, menyatakan bahwa berdasarkan kajian dari artikel yang terbit di sebuah jurnal ilmiah, konusmsi kunyit dan temulawak akan meningkatkan suseptibilitas tubuh terhadap Covid-19.

Curcumin dalam rimpang kunyit dan temulawak disebut mampu meningkatkan ekspresi enzim ACE2 (Angiotensin-converting-enzyme2) yang merupakan reseptor dari Covid-19.

Unggahan itu diketahui sempat membuat bingung dan bahkan kepanikan bagi masyarakat. Pasalnya, banyak dari mereka yang sudah terlanjur mengonsumsi kunyit dan temulawak untuk mencegah infeksi virus corona.

Menanggapi kesimpangsiuran tersebut, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT), Balitbangkes, Kemenkes turut mencoba memberikan klarifikasi.

Curcumin tetap aman dikonsumsi

Kepala B2P2TOOT Tawangmangu, Karanganyar, Akhmad Saikhu, MSc. PH., menyatakan B2P2TOOT telah membuat laporan mengenai alasan curcumin tetap aman dikonsumsi di tengah pandemi Covid-19.

Laporan tersebut disusun oleh tim peneliti dari B2P2TOOT yang terdiri dari Yuli Widiyastuti, Danang Ardiyanto, Sari Haryanti, Zuraida Zulkarnain, dan Slamet Wahyono.

“Laporan ini juga sudah kami publikasikan untuk bisa dipahami masyarakat bersama,” kata Saikhu saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (18/4/2020).

Dalam laporan itu, dijelaskan bahwa dalam sistem enzim renin-angiotensin, ACE2 berperan sebagai regulator negatif sehingga mampu menjaga fungsi kardiovaskular, ginjal, paru, fertilitas, dan usus.

Penelitian menunjukkan, enzim ACE2 merupakan reseptor atau pintu masuk SARS-Cov-2.

Hal ini sempat membuat khawatir pengguna obat kardiovaskular yang termasuk dalam golongan penghambat enzim ACE (ACE inhibitors, ACEis) dan penghambat reseptor (angiotensin reseptor blockers, ARBs).

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan penggunaan kedua jenis obat tersebut memang akan menyebabkan peningkatan kadar enzim ACE2.

Namun, asosiasi profesional di berbagai negara memberikan respon bahwa bukti klinis yang mendukung kaitan peningkatan ACE2 dengan pandemi COVID-19 belum cukup kuat, sehingga pasien covid-19 yang juga mendapatkan pengobatan dengan obat-obat golongan ACEis dan ARBs tidak perlu menghentikan penggunaan obatnya.

Hal yang mirip terjadi dengan kekhawatiran penggunaan kunyit dan temulawak yang mengandung senyawa aktif curcumin.

Hasil penelitian Pang dkk., 2015, membuktikan bahwa curcumin dapat menjaga fungsi hati dengan menghambat fibrosis miokardial melalui modulasi sistem enzim renin-angiotensin dan meningkatkan ekspresi ACE2 pada hewan tikus.

Selain itu, hasil penelitian mengungkap juga bahwa curcumin berpotensi sebagai senyawa terapi yang dapat mengobati pasien gagal jantung akibat fibrosis yang tidak toleran terhadap terapi obat ACEis.

Seperti halnya kasus penggunaan obat ACEis dan ARBS pada pasien yang terpapar Covid-19, belum ada bukti klinis yang cukup kuat yang menyatakan bahwa curcumin juga dapat meningkatkan resiko infeksi Covid-19.

Berdasarkan hasil penelitian Hoffmann dkk., 2020, infeksi virus SARS-CoV-2 tidak hanya bergantung pada pengikatan protein S virus dengan ACE2 tetapi juga pada protein S priming oleh protease sel inang yaitu serine protease TMPRSS2.

Penelitian tersebut juga mengungkapkan kesamaan penting antara infeksi SARS-CoV-2 dan SARS-CoV, serta mengidentifikasi target potensial untuk intervensi antivirus.

Jadi, pernyataan curcumin dapat menyebabkan peningkatan reseptor Covid-19 kontradiktif dengan banyak riset terkait manfaat klinis kunyit dan temulawak sebagai bahan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

Di sisi lain, hasil riset Bioinformatika yang dirilis pada Maret 2020 menggunakan metode pemodelan bioinformatika (moleculer docking), mengungkap bahwa curcumin mampu berikatan dengan reseptor protein SARS-CoV 2, yaitu melalui ikatan dengan domain protease (6Lu7) dan spike glikoprotein.

Ikatan tersebut malah berpotensi dapat menghambat aktivitas Covid-19.

Selain itu, curcumin diketahui bisa menghambat pelepasan senyawa tubuh penyebab peradangan atau sitokin proinflamasi seperti interleukin-1, interleukin-6 dan tumor necrosis factor-α.

Pelepasan sitokin dalam jumlah banyak, disebut sebagai badai sitokin yang dapat menumpuk pada organ paru-paru kemudian menimbulkan sesak.

Dengan terhambatnya pengeluaran sitokin, maka tidak akan terjadi badai sitokin yang berdampak pada gangguan pernafasan.

Mekanisme ini menjelaskan peran curcumin dalam mencegah terjadinya badai sitokin pada infeksi virus (Sordillo and Helson, 2015).

Curcumin dapat menghambat proses pertumbuhan virus

Curcumin juga memiliki efek menghambat proses pertumbuhan virus, baik secara langsung dengan cara merusak fisik virus maupun melalui penekanan jalur pensinyalan seluler yang penting dalam proses replikasi virus. (Mathieu and Hsu, 2018).

Curcumin merupakan senyawa golongan polifenol yang merupakan senyawa utama rimpang kunyit dan temulawak.

Curcumin juga terkandung dalam rimpang beberapa spesies Curcuma dari family Zingiberaceae.

Kunyit dan temulawak adalah tanaman obat yang sangat umum dikenal masyarakat Indonesia dan menjadi bahan minuman kesehatan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu yang dilaksanakan oleh Kemenkes pada 2012, 2015 dan 2017, mengungkap bahwa kunyit dan temulawak masuk dalam 10 jenis tanaman obat yang paling banyak digunakan oleh pengobat tradisional dari berbagai suku di Tanah Air.

Kunyit dan temulawak secara ilmiah sudah diteliti baik secara in vitro maupun in vivo pada tahap pra klinik serta riset klinik dan terbukti memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan (Cundell and Wilkinson, 2014).

Di Amerika Serikat, kunyit telah diakui aman (Generally Recognized as Safe) sebagai aditif makanan oleh FDA (US FDA, 2013).

Efek samping yang serius pada manusia yang menggunakan curcumin dosis tinggi belum pernah dilaporkan.

Percobaan peningkatan dosis oral tunggal curcumin hingga 12 g/hari yang diberikan pada 24 orang dewasa dinyatakan aman, terjadinya efek samping, termasuk diare, sakit kepala, ruam, tinja kuning, tidak terkait dengan dosis (Lao et al., 2006).

Dalam uji klinik fase I di Taiwan, suplementasi curcumin hingga 8 g/hari selama tiga bulan dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan kondisi prakanker atau kanker noninvasif (Cheng et al., 2001).

Percobaan klinis lain di Inggris menemukan bahwa suplementasi curcumin mulai dari 0,45 hingga 3,6 g/hari selama empat bulan umumnya ditoleransi dengan baik oleh orang-orang dengan kanker kolorektal lanjut, walaupun dilaporkan ada dua partisipan mengalami diare dan mual (Sharma et al., 2004).

Kunyit dan temulawak dapat meningkatkan kebugaran

Penggunaan curcumin sebagai senyawa tunggal tentu berbeda dengan penelitian penggunaan kunyit atau temulawak sebagai bahan herbal atau jamu.

Dalam saintifikasi jamu dan di Rumah Riset Jamu Hortus Medicus B2P2TOOT Tawangmangu, temulawak, kunyit, dan meniran merupakan tanaman obat yang mampu meningkatkan kebugaran.

Pada uji klinik pre post pada tahun 2017 dengan formula jamu temulawak, kunyit, dan meniran, terbukti dapat memberi manfaat berikut:

  • Membantu meningkatkan kebugaran kadiovaskuler
  • Meningkatkan kualitas hidup subyek terutama untuk dimensi peranan fisik dan nyeri
  • Formula jamu temulawak, kunyit, dan meniran aman terhadap profil darah, hati dan ginjal

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kunyit dan temulawak akan meningkatkan suseptibilitas terhadap Covid-19 sama sekali belum berdasarkan kajian ilmiah yang menyeluruh.

Penggunaan kunyit dan temulawak dalam ranah preventif untuk mencegah terjangkitnya Covid-19 justru sangat relevan berdasarkan pada beberapa penelitian pra klinik dan klinik dari curcumin yang terbukti memiliki efek immunomodulator atau dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

Untuk itu, masyarakat dapat melanjutkan konsumsi rebusan kunyit dan temulawak untuk menjaga kesehatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kesehariannya sangat akrab dengan minuman ini.

https://health.kompas.com/read/2020/04/19/180000068/bagaimana-baiknya-konsumsi-kunyit-dan-temulawak-saat-pandemi-covid-19-

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke