KOMPAS.com - Kehilangan penciuman dan indera perasa telah berubah dari gejala khas menjadi relatif jarang pada varian Covid-19 Omicron.
Orang yang kehilangan penciuman dan indera perasa adalah tidak mampu mendeteksi aroma (seperti parfum, masakan, dll) dan rasa makanan/minuman (seperti manis, pahit, pedas, dll).
Mengutip The Insider, pada 2020, para peneliti di Rumah Sakit Umum Massachusetts dan King's College London menemukan bahwa kehilangan penciuman dan indera perasa adalah prediktor terkuat dari infeksi Covid-19.
Asumsi itu berdasarkan gejala Covid-19 harian dari 2,6 juta orang.
Namun, varian Omicron telah membuat gejala Covid-19 tradisional tersebut kurang umum.
Sementara gejala seperti pilek, bersin, dan sakit tenggorokan, menjadi lebih umum, terutama di antara orang yang telah divaksinasi Covid-19.
“Kehilangan penciuman adalah sesuatu yang biasa dilaporkan banyak orang dengan gejala Covid-19. Saat Omicron, hal itu tampaknya tidak banyak dilaporkan,” kata Dr Andy Pekosz, ahli virologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.
Menurut data terbaru dari Zoe Covid Symptom Study, dalam beberapa minggu terakhir jumlah orang di Inggris yang melaporkan mengalami kehilangan penciuman kurang dari 20 persen.
Namun, data tidak membedakan antara orang yang sudah divaksinasi dan belum divaksinasi.
Hanya saja, diketahui bahwa 70 persen populasi di Inggris sudah melakukan vaksinasi dua dosis.
Dalam daftar Zoe Covid Symptom Study kehilangan penciuman sekarang menempati urutan ke-17.
Artinya, gejala tersebut sudah relatif jarang terjadi di tengah gelombang varian Omicron.
Berbeda dengan kondisi pada Juni 2021 saat gelombang Delta menyerang, gejala kehilangan penciuman berada pada urutan ke-6.
Pada Maret 2021 sebelum gelombang Delta menyerbu, gejala kehilangan penciuman juga tinggi, dengan fakta setidaknya 60 persen orang dewasa Inggris usia 16-65 tahun mengalami gejala itu.
Negara-negara lain telah memperhatikan pola serupa.
Laporan pada Desember 2021 dari CDC mengidentifikasi hanya 3 contoh kasus masih ada gejala hilangnya rasa atau bau di antara 43 kasus Omicron pertama yang dikonfirmasi di AS.
Di Norwegia, di antara orang yang terinfeksi Omicron melaporkan hanya 23 persen orang yang mengalami kehilangan indera perasa dan 12 persen kehilangan penciuman.
Namun, 83 persen orang yang terinfeksi melaporkan mengalami batuk dan 78 persen mengalami pilek atau hidung tersumbat.
Sebagian besar dari mereka adalah orang yang sudah vaksinasi dua dosis vaksin mRNA.
Siapa yang paling berisiko kehilangan penciuman dan indera perasa?
Mengutip Healthline, gejala Covid-19 berupa kehilangan penciuman dan indera perasa itu cenderung lebih rentan dialami oleh perempuan.
Sementara pria, lebih kecil kemungkinan untuk kehilangan penciuman dan indera perasa.
Hal itu dikemukan oleh Mackenzie Hannum, seorang postdoctoral di Monell Chemical Senses Center di Philadelphia dan rekan-rekannya yang mengamati gejala Covid-19 tersebut.
“Wanita mungkin lebih rentan terhadap kehilangan indera perasa karena mereka secara umum lebih sensitif dari pada pria dan memiliki kapasitas sensorik yang lebih besar untuk hilang,” tulis para peneliti dalam jurnal "Chemical Senses".
Kehilangan indera perasa juga lebih sering terjadi pada orang berusia 36-50 tahun, dibandingkan dengan orang yang lebih muda dan orang dewasa yang lebih tua.
Studi yang diamati Hannum dan rekan-rekannya hanya mencakup orang-orang berusia antara 18-65 tahun.
“Mengapa kelompok termuda dan tertua melaporkan lebih sedikit kehilangan indera perasa dari pada orang dewasa paruh baya saat ini tidak diketahui,” tulis mereka.
Sementara studi lainnya, menemukan bahwa ada kemungkinan hubungan antara genetika dengan gejala kehilangan penciuman dan indera perasa.
Para peneliti mengidentifikasi dua gen yang mungkin berperan dalam gejala-gejala tersebut.
Kedua gen tersebut terlibat dalam metabolisme molekul bau di saluran hidung.
https://health.kompas.com/read/2022/02/28/160000568/kehilangan-penciuman-dan-indra-perasa-tidak-umum-pada-varian-omicron