Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (59): Vegetarian Seumur Hidup

Kompas.com - 23/10/2008, 01:16 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Kabut mulai turun menyelimuti barisan pegunungan Annapurna III dan Gangapurna. Tak ada lagi yang tampak kecuali putih yang sempurna. Kami bertiga memutuskan untuk terus berangkat menuju puncak.

          “Tak perlu kita memforsir tenaga,” kata Jörg, “kita sudah mengirit satu hari di Manang, hari ini kita cukup berjalan satu desa saja sampai ke Letdar.”

Pada ketinggian ini, desa semakin jarang dan berjauhan. Gunsang sudah hampir mencapai empat ribu meter, sudah jauh lebih tinggi daripada Gunung Semeru. Pepohonan sudah lenyap, berganti tanaman rumput. Orang Newar sudah tak nampak, yang ada cuma orang Tibet, Tamang, dan Gurung – semuanya orang gunung yang tangguh, bahan baku pasukan Ghurka yang tersohor di seluruh dunia.

Kami terus mendaki. Masih kurang sekitar 1500 meter ketinggian lagi untuk mencapai puncak Thorung La. Sebenarnya saya tidak terlalu khawatir akan gejala penyakit ketinggian, karena saya sudah terbiasa dengan beratnya alam di Tibet. Tetapi, sejak meninggalkan Gunsang, saya merasa sedikit pusing dan meriang, ditambah batuk berdahak dan hidung mampet.

Menurut peta yang dibawa Jörg, tujuan berikutnya, Dusun Letdar, hanya satu jam perjalanan dari Gunsang. Satu jam, tentu bukan siksaan yang terlalu berat, begitu pikir kami. Tetapi memang terlalu naif kalau menyamakan rayapan kami yang menyeret tanah dengan standar berjalan orang Nepal yang seperti terbang. Kami butuh waktu setidaknya lima jam untuk mencapai Letdar.

Sebelum Letdar, ada lagi satu desa yang bernama Yak Kharka. Nama yang aneh. Mungkin karena di sini banyak yak. Saya teringat Nef yang belum pernah melihat yak tetapi sudah menyantap dagingnya di atas piring steak. Di desa ini pun, Nef terkenal.

          “O... kamu dari Indonesia ya,” kata seorang pria Tamang penduduk setempat, bekerja sambilan sebagai porter, “kemarin ada orang Indonesia juga, cari porter di Manang. Saya bantu mencarikan. Kamu kenal dia?”

Nef memang sempat kebingungan mencari porter yang mau diajak sampai ke Jomsom. Sejak tiba-tiba datang dari Humde yang tinggi, tubuhnya masih belum sepenuhnya beradaptasi dengan tanah tinggi. Kepalanya masih berat, dan sekarang harus membopong tas punggung besar mencapai puncak salju di atas sana. Masalahnya, di Manang, tidak banyak orang yang mau. Kalaupun ada harganya pun relatif mahal. Tetapi nampaknya, kawan Indonesia kita ini berhasil menemukan orang yang ia cari-cari, dan sudah berangkat mendahului saya.

Letdar, pada ketinggian 4200 meter, sudah menjadi dunia lain lagi. Dingin dibungkus kabut. Rumah batu penduduk berbaris. Kami memutuskan untuk beristirahat di dusun ini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com