Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkawinan Usia Remaja Masih Terjadi

Kompas.com - 18/11/2011, 14:53 WIB

Karena terjadi pada kelompok sosial-ekonomi termiskin, perkawinan usia muda menimbulkan risiko kematian ibu saat melahirkan. Risiko kematian pada anak balita juga meningkat.

Pemerintah menyebut, AKI turun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 pada 2007. Akan tetapi, angka itu masih jauh dari target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG), yaitu 102 pada tahun 2015.

Sementara Laporan Pembangunan Manusia 2011 menyebut, AKI Indonesia masih 240 dan tingkat fertilitas remaja sebesar 45,1 kelahiran per 1.000 kelahiran hidup. Tingginya tingkat fertilitas remaja sejalan dengan tingginya angka perkawinan pertama pada usia muda/remaja, 15-19 tahun.

Ada banyak hal yang menyebabkan tingginya AKI. Infrastruktur jalan tidak memadai menyebabkan ibu hamil sulit teratur memeriksakan kandungan dan menjangkau rumah sakit dengan cepat jika terjadi kegawatan kehamilan dan persalinan.

Kekurangan gizi sejak remaja menyebabkan ibu hamil mengalami anemia yang membahayakan persalinan. Belum lagi faktor budaya yang memandang ibu meninggal saat melahirkan akan masuk surga. Kematian ibu saat melahirkan memperbesar kemungkinan bayi yang dilahirkan juga meninggal atau pertumbuhannya lambat.

Dari sisi asupan gizi, Riskesdas 2010 menyebutkan, secara nasional penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal—kurang dari 70 persen dari angka kecukupan energi orang Indonesia—berjumlah 40,7 persen. Lebih dari separuh (54,5 persen) remaja berusia 13-18 tahun mengonsumsi energi kurang dari kebutuhan minimal. Khusus untuk perempuan usia dewasa, 19-55 tahun, 40,7 persen mengalami kekurangan asupan energi.

Dikaitkan dengan AKI, layanan kesehatan tidak cukup jika dilakukan hanya saat ibu hamil. Kondisi sehat ibu hamil dimulai sejak perempuan dalam kandungan. ”Layanan kesehatan reproduksi remaja putri belum memadai,” kata Kartono lagi.

Bidan desa Dalam menurunkan AKI, bidan desa adalah ujung tombak. Sayangnya, menurut Ketua PB Ikatan Bidan Indonesia Dr Harni Koesno, MKM, dari sekitar 73.000 desa, yang ada bidannya hanya sekitar 43.000 desa. Jumlah bidan tercatat lebih dari 200.000 orang, 101.576 orang menjadi anggota IBI. Adapun bidan praktik swasta lebih dari 35.000 orang.

Pengadaan bidan desa berhubungan dengan otonomi daerah. Tidak semua pemerintah kabupaten peduli. Padahal, bidan desa menjadi ujung tombak penyuluhan penurunan AKI dan kematian anak balita. Bidan juga menjadi ujung tombak pemberi layanan kesehatan reproduksi remaja dengan menyuluh di sekolah dan membentuk kelompok (peer group) remaja putri.

Sebenarnya pemerintah sudah mengusahakan infrastruktur fisik pondok bersalin desa (polindes), tempat ibu hamil memeriksakan diri dan bersalin, lengkap dengan ruang tempat tinggal bidan. ”Tetapi, tidak sedikit yang fasilitasnya tidak memadai. Tidak ada air bersih dan kakus,” kata Harni.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com