Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Pengobatan dan Awal Sebuah Pertemanan

Kompas.com - 04/07/2012, 13:52 WIB

Sebagai satu-satunya dokter di sini, dalam menjalankan tugas saya dibantu oleh dua asisten medis dan dua orang perawat yang bekerja di bangsal bersalin. Karena keterbatasan jumlah petugas dan beban tugas yang berat, kami melakukan hampir semua hal sendiri – mulai dari pendaftaran dan diagnosis pasien, pemeriksaan laboratorium sederhana, hingga penataan dan pemberian obat-obatan. Hal-hal seperti ini tidak saya temui dan lakukan di negara saya.
Di Indonesia, meski masih banyak daerah yang membutuhkan tambahan tenaga kesehatan. Kami senantiasa memiliki perawat dan bidan yang dapat membantu melakukan hal-hal tersebut.

Sementara di Malawi, jumlah dokter yang dipekerjakan pemerintah terbatas sehingga sulit menjangkau daerah pedesaan seperti Thekerani. Petugas kesehatan yang dipekerjakan pemerintah sebagian besar ditempatkan di rumah sakit-rumah sakit tingkat distrik.  Wilayah kerja Pusat Kesehatan Thekerani mencakup daerah yang sangat luas sehingga membutuhkan jumlah dokter dan petugas kesehatan yang juga banyak.

Hari ini, gadis kecil itu datang lagi. Semula saya menyangka dia hanya datang sekedar untuk cek kesehatan rutin. Setelah namanya dipanggil, gadis kecil itu masuk ke ruang konsultasi.

Maswera buanjiI (Selamat sore!)”, sapanya sembari mengetuk lututnya sedikit sebagai tanda penghormatan. Saya membalas salam sembari menanyakan kabarnya. Dia tersenyum simpul dan mengatakan kalau dia baik-baik saja. “Saya datang ingin memberi singkong untuk pak dokter,” ucapnya sambil menyerahkan sekeranjang singkong yang ia tutupi dengan chitenje (sejenis kain tradisional yang dipakai kaum perempuan; biasanya dikenakan seperti memakai rok). Saya terkejut. Ini sungguh sebuah kejutan manis yang tak pernah kuduga! 

Di sini, di salah satu negara tertinggal di dunia, hidup tidaklah mudah. Ini adalah tempat di mana anak-anak tumbuh besar bersama tebu – yang boleh jadi merupakan ‘jajanan’ paling umum yang biasa mereka cicip setiap hari. Saya tahu sekeranjang singkong sangat berarti sekali bagi mereka -  bahkan singkong sebanyak ini bisa mengisi perut satu keluarga. Ini merupakan hadiah besar untukku. “Zikomo Kwambiri – terima kasih” ucapku sambil tersenyum. 

Lalu saya teringat, saya masih menyimpan beberapa potong cokelat di dalam tas. Saya memberikan cokelat itu padanya sebagai hadiah. Kulihat raut aneh di wajahnya seakan meminta penjelasan tentang ‘benda’ yang saya berikan padanya itu. “Kamu sudah pernah makan cokelat belum?” tanyaku, dan ternyata ia belum pernah sekalipun mencicipi yang namanya cokelat… “Mudah-mudahan kamu suka. Ini salah satu cokelat terlezat di dunia!” kataku, dan kami pun tertawa.

Kemudian dia mohon izin untuk pulang. Kujejalkan tiga potong cokelat lagi ke tangannya untuk dibawa pulang dan dinikmati bersama keluarganya.  
Hari ini, kami bertemu kembali di pusat layanan kesehatan namun pertemuan ini bukan sekadar pertemuan antara dokter dan pasiennya, melainkan antara dua orang teman.…Barangkali, tak akan ada mimpi buruk lagi malam ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com