Makanan tidak sehat yang tinggi lemak, asin, dan manis, biasanya lebih dipilih ketimbang makanan yang kaya serat atau sayur mayur. Akibatnya bukan hanya kegemukan tapi juga kita menjadi rentan terkena penyakit kronik.
"Lihat saja, begitu orang makmur pasti yang berubah adalah pola makannya," kata Prof.Hasbullah Thabrany, dalam acara pemaparan hasil diskusi mengenai Penyakit Tidak Menular di Indonesia di Jakarta (6/5/14).
Fungsi makanan memang telah mengalami pergeseran. Makanan kini juga memiliki fungsi untuk menyatakan jati diri dan status sosial seseorang.
"Kebiasaan masyarakat kita yang senang makanan manis, asin, dan berlemak, ikut berkontribusi pada tingginya jumlah penyakit tidak menular," kata Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan dari Universitas Indonesia ini.
Penyakit tidak menular seperti jantung, penyakit pernapasan, diabetes, dan kanker, kini menjadi pembunuh utama di dunia. Faktor gaya hidup, seperti kurang bergerak dan pola makan yang kurang sehat menjadi pemicunya.
Hasbullah mengatakan, peraturan menteri kesehatan mengenai pembatasan gula, garam, dan lemak, mendesak untuk segera diterapkan.
"Di negara maju, setiap industri makanan diwajibkan mencantumkan kandungan gizi dan kalori dari makanan yang dijual, termasuk di restoran. Konsumen jadi tahu berapa lemak dan kalori dari hidangan yang disantap. Di sini baru harganya saja yang ditulis," ujarnya.
Menerapkan pola makan sehat adalah syarat mutlak yang tidak bisa ditawar lagi jika kita ingin meningkatkan kualitas kesehatannya. Apalagi jika seseorang sudah mempunyai faktor risiko tinggi terhadap penyakit tertentu.