Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Anda dan Pasangan Bertengkar Gambarkan Kesehatan di Masa Depan

Kompas.com - 17/06/2016, 08:05 WIB
Lily Turangan

Penulis

KOMPAS.com - Bagaimana cara kita dan pasangan untuk tidak sepakat terhadap satu hal, bisa memprediksi pihak mana yang lebih mungkin berisiko terhadap penyakit tertentu nantinya, kata penelitian terbaru.

Penelitian ini menganalisa 156 pasangan yang sudah menikah lebih dari 20 tahun. Para ilmuwan menemukan bahwa pola ledakan marah dapat meningkatkan risiko gangguan jantung. Sebaliknya, "diam seribu bahasa" dapat menyebabkan masalah musculoskeletal, seperti nyeri punggung atau leher kaku.

"Kita sudah tahu bahwa stres dan emosi negatif dapat berakibat buruk bagi kesehatan," kata penulis studi Claudia Haase, asisten profesor perkembangan manusia dan kebijakan sosial di Northwestern University di Evanston, Ill.

"Namun, dalam penelitian baru ini, kami ingin menggali lebih dalam dan menemukan perilaku yang sangat spesifik seperti apa yang bisa menyebabkan masalah kesehatan tertentu," tambahnya.

Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian dan disabilitas di seluruh dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Sementara itu, gejala muskuloskeletal seperti nyeri punggung adalah salah satu masalah kesehatan yang paling sering dilaporkan di negara-negara industri.

Setiap lima tahun, para pasangan direkam dengan video tape di laboratorium, sementara mereka diminta membahas berbagai hal baik yang mereka sukai bersama, maupun yang menyebabkan mereka berselisih.

Perilaku mereka dinilai berdasarkan ekspresi wajah, bahasa tubuh dan nada suara. Pasangan juga diminta menyelesaikan kuesioner berisi detail masalah kesehatan yang mereka miliki.

Data itu kemudian dihubungkan dengan gejala kesehatan mereka yang diukur setiap lima tahun selama rentang waktu 20 tahun. Studi ini tidak membuktikan hubungan sebab-akibat antara perilaku dan masalah kesehatan, hanya menggambarkan asosiasi.

Hubungan yang paling kuat ditemukan antara kemarahan dengan risiko gangguan kardiovaskular, yaitu 81 persen dari pasangan yang termasuk di dalam kelompok pemarah, mengalami setidaknya satu kali gejala gangguan kardiovaskular dalam jangka waktu 20 tahun, kata Haase. Gejala kardiovaskular termasuk nyeri dada dan tekanan darah tinggi.

Sebaliknya, hanya sekitar 53 persen pasangan yang masuk dalam kelompok "kemarahan rendah" yang mengalami gejala yang sama dalam periode 20 tahun.

Sekitar 45 persen suami yang masuk kategori "pemarah" mengalami nyeri punggung, ketegangan otot atau leher kaku selama jangka waktu 20-tahun. Hanya 23 persen dari suami yang tidak masuk kategori "pemarah" yag memiliki gejala serupa.

Vanessa Downing, seorang psikolog dan koordinator kesehatan perilaku di Christiana Care Center for Heart & Vascular Health in Wilmington, Del, yang tidak terlibat penelitian mengatakan, studi ini menunjukkan bahwa kemarahan bisa benar-benar menjadi masalah bagi kita.

Dan ini dapat memotivasi orang untuk berubah dan mengelola kemarannya dengan lebih baik.

Studi ini telah dipublikasikan secara online dalam jurnal Emotion.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau