Paparan kronis atau berulang terhadap kejadian buruk meningkatkan risiko masalah kesehatan yang berkelanjutan.
Anak-anak yang menyaksikan kekerasan berulang di lingkungan yang tidak aman, atau mereka yang dilecehkan, lebih cenderung memiliki trauma jangka panjang.
Baca juga: 5 Cara Atasi Toxic Parents Agar Tak Jadi Lingkaran Setan
Trauma masa lalu dapat berefek panjang bagi anak dan memengaruhi kesehatan fisik mereka.
Anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis memiliki peluang lebih besar untuk mengalami gangguan kesehatan, seperti berikut:
Respon trauma pada anak bisa terjadi lewat dua cara, yakni respon fisik dan emosional. Berikut penjelasannya:
- Respon fisik
Menurut Eshleman, tubuh merespon stres emosional dengan cara yang sama seperti tubuh merespon stres fisik. Respon tersebut bisa berupa peningkatan kadar protein atau hormon tertentu.
Setelah cedera kepala fisik seperti gegar otak, misalnya, kadar protein yang disebut S100B meningkat.
Kadar protein tersebut berpotensi meningkatkan peradangan yang berpotensi merusak di otak.
Para peneliti menemukan tingkat protein yang sama pada anak-anak yang mengalami trauma emosional.
Sementara itu, stres memengaruhi tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ketika sesuatu yang menakutkan terjadi, hormon stres membuat jantung berdetak kencang dan membuat tubuh mengeluarkan keringat dingin.
Jika hormon-hormon tersebut meningkat untuk waktu yang lama, hal ini dapat menyebabkan peradangan dalam tubuh dan menyebabkan masalah kesehatan yang berkelanjutan.
- Respon emosional
Terkadang, stres atau trauma yang signifikan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi.
Orang-orang dengan masalah kesehatan mental yang tidak diobati berisiko mengalami hal-hal berikut:
Baca juga: Dyscalculia, Kelainan Belajar yang Membuat Anak Lemah dalam Matematika