Selain bersantan, masakan khas Indonesia biasanya tinggi lemak dan kolesterol.
Saat santan dikonsumsi dalam bentuk segar, misalnya diperas menggunaan air hangat sebenarnya tidak masalah bagi kesehatan.
Tapi, saat dihangatkan dan minyak dalam masakan diolah berkali-kali, seperti direbus atau digoreng, maka minyak tersebut bisa berubah menjadi lemak trans atau lemak jenuh yang berbahaya bagi tubuh dan saluran pembuluh darah.
Hal inilah yang seringkali menyebabkan kenaikan tekanan darah. Apalagi, kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering menghangatkan masakan bersantan hingga beberapa kali.
Baca juga: Nasi, Ketupat, atau Lontong, Mana yang Lebih Sehat?
Saat diwawancara, Ahli gizi RS Indriati Solo Baru, Rista Yulianti Mataputun, S.Gz, juga menyebut santan sebenarnya masuk dalam kategori lemak baik. Santan kepala mengandung asam lemak dan trigliserida yang mudah dibakar oleh tubuh.
Tapi, cara memasak yang salah, bisa menyebabkan lemak pada santan berubah menjadi lemak jenuh.
Lemak jenis ini diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat atau low-density lipoprotein (LDL) termasuk tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Maka dari itu, dianjurkan bagi siapa saja untuk mengurangi konsumsi masakan bersantan yang dimasak terlalu lama atau dipanaskan berulang kali.
Selain itu, konsumsi masakan bersantan berlebihan juga tak baik bagi kesehatan.
Pasalnya, tetap saja santan merupakan sumber lemak yang bisa meningkatkan kadar lemak darah pada tubuh dan membuat berat badan naik.
“Konsumsi santan secara berlabihan tentu tidak baik,” kata Rista saat diwawancara Kompas.com, Kamis (21/4/2020).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.