KOMPAS.com – Santan sering kali dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk membuat berbagai jenis makanan.
Penggunaan air perahan kepala yang sudah dikukur ini memang dikenal bisa meningkatkan cita rasa masakan sehingga terasa lebih gurih dan nikmat.
Untuk makanan ringan, santan di antaranya bisa dimanfaatkan untuk membuat cookies, puding, ataupun roti.
Bahan makanan ini juga bisa disajikan sebagai bahan campuran untuk membuat minuman es buah yang segar.
Baca juga: 3 Cara Memasak Santan agar Tak Jadi Berbahaya untuk Kesehatan
Tak hanya itu, sudah menjadi pengetahuan bersama, santan kerap pula dipakai sebagai bahan campuran untuk memasak sayur atau makanan berat.
Di suasana Lebaran sendiri, santan sering kali ditemui dalam menu masakan khas hari raya tersebut, seperti opor ayam atau rendang daging.
Namun, karena dianggap dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi, makanan itu terpaksa dihindari oleh sebagian orang.
Apakah Anda termasuk yang demikian? Benarkah masakan bersantan bisa sebabkan hipertensi?
Melansir Buku Hipertensi Bukan untuk Ditakuti (2014) oleh Yunita Indah Prasetyaningrum, S.Gz, anggapan mengenai mengonsumsi masakan bersantan bisa menyebabkan hipertensi, tidak sepenuhnya keliru.
Masakan bersantan memang sebaiknya dihindari, khususnya bagi siapa saja yang telah menderita hipertensi.
Baca juga: Waspadai Efek Buruk Makan Opor dan Rendang yang Dipanaskan Berulang Kali
Selain bersantan, masakan khas Indonesia biasanya tinggi lemak dan kolesterol.
Saat santan dikonsumsi dalam bentuk segar, misalnya diperas menggunaan air hangat sebenarnya tidak masalah bagi kesehatan.
Tapi, saat dihangatkan dan minyak dalam masakan diolah berkali-kali, seperti direbus atau digoreng, maka minyak tersebut bisa berubah menjadi lemak trans atau lemak jenuh yang berbahaya bagi tubuh dan saluran pembuluh darah.
Hal inilah yang seringkali menyebabkan kenaikan tekanan darah. Apalagi, kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering menghangatkan masakan bersantan hingga beberapa kali.
Baca juga: Nasi, Ketupat, atau Lontong, Mana yang Lebih Sehat?
Saat diwawancara, Ahli gizi RS Indriati Solo Baru, Rista Yulianti Mataputun, S.Gz, juga menyebut santan sebenarnya masuk dalam kategori lemak baik. Santan kepala mengandung asam lemak dan trigliserida yang mudah dibakar oleh tubuh.
Tapi, cara memasak yang salah, bisa menyebabkan lemak pada santan berubah menjadi lemak jenuh.
Lemak jenis ini diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat atau low-density lipoprotein (LDL) termasuk tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Maka dari itu, dianjurkan bagi siapa saja untuk mengurangi konsumsi masakan bersantan yang dimasak terlalu lama atau dipanaskan berulang kali.
Selain itu, konsumsi masakan bersantan berlebihan juga tak baik bagi kesehatan.
Pasalnya, tetap saja santan merupakan sumber lemak yang bisa meningkatkan kadar lemak darah pada tubuh dan membuat berat badan naik.
“Konsumsi santan secara berlabihan tentu tidak baik,” kata Rista saat diwawancara Kompas.com, Kamis (21/4/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.