Penelitian terbaru telah menunjukkan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 telah mengembangkan antibodi yang dapat bereaksi terhadap virus corona.
“Sekarang ada beberapa penelitian yang menunjukkan ketika orang pulih dari virus, mereka memiliki antibodi penawar darah yang mampu membunuh virus,” tambah Dr. Casadevall.
Baca juga: Osteoarthritis: Gejala, Penyebab, Cara Mengobati, dan Cara Mencegah
Meski demikian, Dr Casadevall menyatakan terapi ini bisa saja tidak berjalan efektif karena kebanyakan pasien merespon terapi terlalu lambat.
Riset yang diterbitkan dalam National Library of Medicine juga menyebut terapi ini bisa menyebabkan reaksi alergi dan anafilaksis, cedera paru akut dan hemolisis pada beberapa orang.
Efek samping bisa ringan hingga fatal, tergantung kondisi tubuh orang tersebut.
Itu sebabnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) juga menyetujui penggunaan terapi ini hanya untuk situasi darutat.
Terlepas dari hal itu, terapi ini memberi harapan baru untuk mengakhiri pandemi Covid-19 daripada pemberian vaksin dan obat yang pengembangannya membutuhkan waktu lebih lama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.