KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 memang memberi banyak tantangan bagi seluruh orang di dunia ini, termasuk ahli kesehatan dan peneliti.
Pasalnya, virus corona masih tergolong baru sehingga tidak banyak informasi memadai untuk menghentikan pandemi ini.
Berbagai gejala baru mengenai infeksi virus corona juga semakin bermunculan.
Tak hanya memiliki gejala menyerupai flu, Covid-19 juga bisa menimbulkan gejala seperti ruam dan konjungtivitis.
Dan kini, para ilmuwan dari Cleveland Clinic telah menemukan gejala baru dari infeksi virus corona yang disebut dengan sindrom patah hati.
Meski bukan gejala langsung, sindrom ini cukup banya terjadi di masa pandemi ini.
Baca juga: Kini Diklaim Bantu Sembuhkan Pasien Covid-19, Ini 4 Manfaat Ikan Gabus
Dalam dunia medis, sindrom patah hati juga dikenal dengan istilah stres cardiomyopathy.
Kondisi ini terjadi ketika tekanan fisik atau emosional menyebabkan disfungsi atau kegagalan pada otot jantung
Gejala sindrom ini serupa dengan serangan jantung, yakni nyeri dada dan sesak napas.
Gejala lain yang sering dialami penderita sindrom patah hati antara lain detak jantung tidak teratur, tekanan darah rendah, dan hilangnya kesadaran.
Menurut para ahli, sindrom ini terjadi karena reaksi seseorang terhadap peristiwa stres secara fisik atau emosional.
Reaksi tersebut membuat tubuh melepaskan hormon stres yang mengurangi kemampuan jantung untuk memompa dara sehingga memicu kontraksi.
Hal ini juga membuat detak jantung kurang efisien atau tidak teratur. Oleh karena itu, kondisi ini juga diberi istilah "sindrom patah hati".
Pandemi global ini tentu membuat banyak orang mengalami stres.
Entah itu karena khawatir orang tersayang terinfeksi, kehilangan pekerjaan, kesulitan menyeimbangkan kehidupan pribad dan pekerjan, atau physical distancing yang membuat banyak orang mengalami isolasi sosial.