KOMPAS.com - Dopamin adalah neurotransmitter yang dibuat di otak. Neurotransmitter ini akan diproduksi otak ketika mengharapkaan imbalan atau penghargaan.
Misalnya, saat mencium aroma kue favorit, otak akan meningkatkan produksi dopamin yang memicu rasa bahagia.
Saat kita memakan kue tersebut, aliran dopamin bertindak untuk memperkuat keinginan ini dan fokus untuk kembali mendapatkannya di masa depan.
Contoh peristiwa tersebut juga bisa disebut dengan siklus motivasi, penghargaan, dan penguatan.
Baca juga: 4 Cara Mudah Turunkan Kolesterol Tanpa Obat
Sebaliknya, ketika kita ingin memakan kue tersebut namun tak bisa mendapatkannya, maka timbul rasa kecewa di otak kita. Bahkan, bisa jadi keinginan untuk menyantapnya menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Jumlah dopamin yang tepat bisa membuat suasana hati menjadi positif.
Bahkan, dopamin juga bisa membantu proses pembelajaran, perencanaan, dan meningkatkan produktivitas.
Selain itu, dopamin juga bisa meningkatkan kewaspadaan, fokus, motivasi, dan kebahagiaan.
Akan tetapi, jumlah dopamin berlebihan bisa menghasilkan perasaan euforia sementara.
Tingkat dopamin yang sangat tinggi dapat membuat kita merasa di puncak dunia. Namun, perasaan itu hanya sementara.
Jumlah dopamin yang berlebihan juga bisa meningkatkan risiko delusi, mania, halusinasi, kegemukan, kecanduan, dan skizofrenia.
Salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi efek samping dopamin adalah dengan melakukan detoks dopamin.
Detoks dopamin juga dikenal dengan nama puasa dopamin. Teknik ini diciptakan oleh psikiater dari California, Dr Cameron Sepah.
Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, ia mengatakan detoks dopamin juga penting dilakukan karena dopamin bisa memicu kecanduan.
Sayangnya, banyak orang tak menyadari hal itu karena aliran dopamin yang tinggi memang bisa memicu kesenangan meski hanya sementara.