KOMPAS.com- Bagi banyak orang, ketidakpastian seputar virus Corona adalah hal yang paling sulit untuk ditangani.
Tak bisa kita pungkiri, pandemi Covid-19 ini telah bedampak buruk bagi kesehatan mental.
Dalam catatan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC), tahun pertama Covid-19 telah menyebabkan 40% oerang dewasa di AS mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, anxiety, penggunaan narkoba, dan keinginan bunuh diri.
Di negara maju sekelas AS pun mengalami hal tersebut. Tak bisa kita tutupi kenyataan bahwa hal yang sama juga akan terjadi dinegara lainnya.
Menurut WHO (2020), munculnya pandemi menimbulkan stres pada berbagai lapisam masyarakat.
Baca juga: Bukan Cuma Berat, Rindu Juga Berdampak Buruk Pada Kesehatan Mental
Meskipun sejauh ini belum terdapat ulasan sistematis tentang dampak COVID-19
terhadap kesehatan jiwa, namun sejumlah penelitian terkait pandemi (antara lain flu burung dan SARS) menunjukkan adanya dampak negatif terhadap kesehatan mental penderitanya.
Penelitian pada penyintas SARS menunjukkan bahwa dalam jangka menengah dan panjang, 41-65 persen dari penyintas mengalami berbagai macam gangguan psikologis.
Sebuah penelitian di Hong Kong menunjukkan bahwa masalah psikologis pada penyintas SARS tidak berkurang dalam kurun waktu satu tahun setelah kejadian.
Hal yang sama juga bisa terjadi dalam situasi pandemi Covid-19 ini.
Masalah kesehatan jiwa dan psikososial dapat berupa ketakutan, cemas, dan panik terhadap kejadian Covid-19.
Orang semakin enggan bertemu dengan orang lain dan muncul curiga orang lain dapat
menularkan.
Perasaan ini akan memberikan respons pada tubuh untuk cepat melakukan perlindungan untuk memastikan keamanan.
Gejala awal yang terjadi adalah khawatir, gelisah, panik, takut mati, takut kehilangan kontrol, takut tertular, dan mudah tersinggung.
Jantung berdebar lebih kencang, nafas sesak, pendek dan berat, mual, kembung, diare, sakit kepala, pusing, kulit terasa gatal, kesemutan, otot otot terasa tegang, dan sulit tidur yang berlangsung selama dua minggu atau lebih.
Berdasarkan Pedoman dari Kementrian Kesehatan Indonesia, berikut langkah pencegahan gangguan kesehatan mental selama pandemi Covid-19:
Sikap mental yang ditandai dengan sikap tenang, terukur, mencari tahu apa yang harus dilakukan dan memberikan respons yang tepat dan wajar.
Sikap responsif dapat dikembangkan agar tidak terjadi masalah kesehatan jiwa dan psikososial.
Sikap reaktif merupakan sikap mental yang ditandai dengan reaksi yang cepat, tegang, agresif terhadap keadaan yang terjadi dan menyebabkan kecemasan dan kepanikan.
Sikap reaktif ini dapat dikendalikan dengan cara mencari berbagai info atau masukan dari banyak orang sebelum mengambil keputusan.
Baca juga: Kopi Bantu Ringankan Gejala Depresi, Kok Bisa?
Kegiatan keluarga yang konstruktif semakin menguatkan ikatan emosional dan keluarga semakin harmonis.
Keluarga dapat merencanakan kegiatan belajar, beribadah, bermain, bercakap-cakap dan berkreasi bersama.
Pandemi Covid-19 membuat banyak kegiatan kini dilakuka secara daring, mulai dari sekolah, kuliah, hingga bekerja.
Hal ini bisa menimbulkan kebosanan atau kejenuhan, sehingga mengakibatkan
meningkatnya stress.
Untuk mengatasinya, sekolah dan kampus dapat mengorganisasikan proses pembelajaran yang menarik dan komunikatif seperti voice note atau video mengajar, pertemuan lewat daring yang santai dan fleksibel, serta dapat menggunakan surel dan media sosial.
Di tempat kerja, Anda bisa membuat jadwal bekerja yang fleksibel, sehingga membuat lebih nyaman dalam bekerja untuk mencegah penurunan imunitas karyawannya.
Pimpinan juga harus memiliki protokol standar kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.