KOMPAS.com - Istilah FOMO (Fear of Missing Out) dan JOMO (Joy of Missing Out) belakangan sedang gandrung digunakan publik.
Kedua istilah ini sering dianggap banyak orang layaknya dua sisi koin dari sikap terhubungnya manusia dengan tren dan internet.
FOMO sering kali dimaknai sebagai keinginan seseorang untuk terus terkoneksi dengan internet agar tidak ketinggalan tren.
Sementara JOMO, acap dianggap sebagai cara terbaik untuk mengatasi FOMO, yaitu dengan meninggalkan internet dan acuh tak acuh terhadap tren.
Salah Kaprah FOMO di Masyarakat
Anggapan di atas ditampik oleh Psikolog Adi Dinardinata, S.Psi, M.Psi., Adi mengatakan fenomena FOMO berkaitan dengan ketakutan, bukan sekadar keinginan.
"Banyak yang keliru memahami FOMO sebagai keinginan untuk terus terhubung dengan media sosial ataupun gadget. Pemahaman ini keliru, karena rasa ingin dan rasa takut adalah dua hal yang sangat berbeda,"
"Kalau kita hanya sekedar ingin tetap keep up, dan sebenernya tidak takut melewatkannya juga, itu bukan FOMO. FOMO itu pola perilaku dan rasa takutnya seperti orang yang obsesif kompulsif,"
"FOMO adalah ketakutan, takut melewatkan sesuatu, bukan ingin selalu terhubung. Jadi FOMO itu bukanlah rasa ingin. FOMO itu rasa takut," jelasnya.
FOMO juga menurut Adi tidak melulu ketakutan yang berkaitan dengan internet. Fenomena ini bahkan sebenarnya sudah terjadi lama sebelum era internet.
"FOMO itu tidak hanya tentang takut melewatkan sesuatu yang ada di media sosial. Segala hal yang terkait dengan takut melewatkan sesuatu, itu FOMO."
"Takut ketinggalan berita. Takut melewatkan kesempatan untuk mendapatkan yang diinginkan, karena belum tentu ada lagi kesempatan berikutnya, bahkan akut kelewat promo diskon, semua itu adalah FOMO" imbuhnya.
Baca juga: Postpartum Depression
Salah Kaprah Masyarakat Soal JOMO
Sama seperti FOMO, JOMO juga bukan tentang melepaskan diri dari dunia maya dan meninggalkannya sama sekali.
Berkebalikan dengan FOMO, JOMO berarti bisa tetap merasa nyaman meskipun melewatkan banyak hal yang sebenarnya tidak ingin dilewatkan.
"Joy Of Missing Out, sesuai namanya, menikmati melewatkan berbagai hal yang tidak ingin kita lewatkan," kata Adi.
Masyarakat sering menganggap menjadi JOMO adalah solusi dari FOMO. Adi menekankan agar lebih hati-hati dalam memaknai istilah ini.
Sebab, dikhawatirkan JOMO justru dianggap sebagai kenyamanan untuk melepaskan sesuatu. Hal ini bisa membuat individu menjadi tidak produktif.
Baca juga: 8 Kebiasaan yang Dapat Menyebabkan Gagal Ginjal
Baginya, jalan tengah dari fenomena ini adalah dengan menghadapi serta mengatasi rasa takutnya, bukan dengan menghindar dan melepaskan diri dari dunia
"JOMO ini kalau tidak diedukasi dengan baik akan menyesatkan masyarakat untuk pindah dari yang ekstrem satu ke masalah yang ekstrem lain."
"Kalau kita menikmati melewatkan apa pun, menikmati tidak melakukan apa pun, walaupun menikmati itu gak bagus juga karena tidak produktif. Kita tidak mengejar apa yang kita inginkan, itu masalah juga, walaupun dia happy."
"Jalan yang baik itu jalan tengah, the middle way, yang sehat adalah kita menginginkan untuk tetap update, tapi juga tidak memaksakan diri untuk selalu update. Dengan kata lain, keinginan untuk tetap update tidak perlu dibuang, tapi juga tidak dipaksakan," tangkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.