Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Cedera Kepala pada Anak yang Memiliki Efek Jangka Panjang

Kompas.com - 27/12/2021, 09:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Cedera kepala pada anak sering kali membuat para orangtua khawatir.

Tentu hal ini bukan tanpa alasan, cedera kepala pada masa kanak-kanak memang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit mental berikutnya, pencapaian sekolah yang buruk, bahkan kematian dini.

Mengutip Hopkins Medicine, cedera kepala adalah istilah luas yang menggambarkan beragam cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak, otak, jaringan dan pembuluh dari di bawah kepala anak.

Cedera kepala juga sering disebut sebagai cedera otak, atau cedera otak traumatis (TBI), tergantung pada tingkat trauma kepala.

Baca juga: Anak juga Bisa Depresi, Kenali Tanda-tandanya

Macam cedera kepala

Cedera kepala pada anak bisa ringan dan sedang hingga berat.

  • Cedera kepala ringan, seperti: benjolan, memar, dan luka goresan terbuka.
  • Cedera kepala sedang hingga berat, seperti gegar otak, luka dalam, fraktur tengkorak, pendarahan internal, dan kerusakan otak.

Ada pun fraktur tengkorak dibedakan menjadi 4 jenis utama yaitu:

  • Fraktur tengkorak linier

Patah tulang yang tidak menggeser tulang.

Dalam banyak kasus cedera kepala pada anak-anak, fraktur tengkorak dapat diamati di unit gawat darurat atau rumah sakit untuk waktu yang singkat, dan biasanya dapat melanjutkan aktivitas normal dalam beberapa hari.

Biasanya tidak ada intervensi yang diperlukan.

Baca juga: 7 Macam Gangguan Tumbuh Kembang Anak yang Perlu Diwaspadai Orangtua

  • Fraktur tengkorak yang tertekan

Jenis fraktur ini dapat terlihat dengan atau tanpa luka di kulit kepala.

Pada fraktur ini, sebagian tengkorak sebenarnya tenggelam akibat trauma.

Jika bagian dalam tengkorak ditekan ke otak, jenis patah tulang tengkorak ini memerlukan intervensi bedah untuk membantu memperbaiki deformitas.

  • Fraktur tengkorak diastatik

Patah tulang yang terjadi di sepanjang garis sutura di tengkorak.

Sutura adalah area di antara tulang-tulang di kepala yang menyatu dengan pertumbuhan anak.

Pada jenis fraktur ini, garis sutura normal melebar. Fraktur jenis ini lebih sering terlihat pada newborn (0-2 bulan) dan infant (0-12 bulan).

  • Fraktur tengkorak basilar

Ini bisa menjadi jenis patah tulang tengkorak yang serius, dan melibatkan patah tulang di dasar tengkorak.

Anak-anak dengan jenis patah tulang ini sering mengalami memar di sekitar mata dan memar di belakang telinga.

Mereka mungkin juga memiliki cairan bening yang mengalir dari hidung atau telinga mereka karena robekan di bagian penutup otak.

Anak-anak ini terkadang memerlukan observasi ketat di rumah sakit.

Baca juga: Kenali Tahap Perkembangan Anak Usia 0-5 Tahun

Efek cedera kepala pada anak

Sebuah penelitian PLOS Medicine yang berbasis di Inggris, AS, dan Swedia, menganalisis data lebih dari 1 juta orang Swedia yang lahir antara 1973 hingga 1985 untuk memeriksa dampak jangka panjang dari cedera otak traumatis sebelum usia 25 tahun.

Profesor Seena Fazel dari Universitas Oxford mengatakan bahwa ia dan tim menemukan fakta jika cedera otak pada masa kanak-kanak meningkatkan kemungkinan pencapaian pendidikan rendah, kecacatan, dan kematian dini.

"Cedera otak yang lebih serius dan berulang membuat kondisi itu lebih mungkin terjadi," ujar Prof Fazel, seperti yang dilansir dari Science Daily.

Tim membandingkan orang-orang yang pernah mengalami cedera otak pada masa kanak-kanak dengan orang-orang yang tidak terpengaruh dalam kelompok usia yang sama, dan juga dengan saudara-saudara mereka yang tidak terluka.

Baca juga: 6 Penyebab Nyeri Punggung pada Anak

Orang yang pernah mengalami cedera otak ringan, sedang, atau berat selama masa kanak-kanak memiliki risiko:

  • Dua kali lipat untuk dirawat di rumah sakit sebagai pasien rawat inap kesehatan mental. Peningkatan risiko absolutnya dari 5 persen menjadi 10 persen.
  • Sebesar 50 persen lebih mungkin untuk menggunakan layanan kesehatan mental (meningkat lebih dari 14-20 persen) dari pada orang yang tidak pernah cedera otak dalam kelompok usia yang sama.
  • Sebesar 80 persen lebih mungkin menerima tunjangan disabilitas (meningkat dari 4-6 persen).
  • Sebesar 70 persen lebih mungkin meninggal sebelum usia 41 tahun (meningkat dari 0,8-1,6 persen).
  • Sebesar 60 persen lebih mungkin untuk berprestasi buruk di sekolah (meningkat dari 9-14 persen) atau atau menerima tunjangan kesejahteraan (meningkat dari 12-19 persen).

Baca juga: Pemicu Obesitas dan Dampaknya Pada Anak, Orangtua Wajib Tahu

Orang yang pernah mengalami cedera otak ringan, sedang, atau berat yang berulang memiliki kemungkinan alami:

  • Dua setengah kali lebih besar untuk menerima tunjangan disabilitas dari pada orang seumuran yang pernah mengalami cedera satu episode (meningkat dari 6-12 persen).

Prof Fazel mengatakan bahwa studinya menunjukkan efek jangka panjang dari cedera kepala.

"Ini memperkuat apa sudah kita ketahui bahwa pencegahan adalah kuncinya," ujar Prof Fazel.

"Karena data ini hanya mencakup rawat inap di rumah sakit untuk cedera kepala, dan oleh karena itu tidak memperhitungkan kecelakaan yang tidak terlalu parah yang dialami banyak anak yang tidak tercatat. Ini kemungkinan merupakan perkiraan konservatif dari skala masalah," terangnya.

Prof Fazel kemudian menyarankan para orangtua untuk meningkatkan perhatiannya untuk mencegah anak mengalami cedera kepala, seperti ketika anak melakukan aktivitas olahraga atau saat berada di luar rumah.

Baca juga: 7 Gangguan Tumbuh Kembang Anak yang Perlu Diwaspadai

Pencegahan cedera kepala pada anak

Mengutip Medline Plus, ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan orangtua untuk mencegah cedera kepala anak, yaitu:

Keamanan mobil

Anak Anda harus mengenakan sabuk pengaman atau booster seat setiap saat ketika mereka berada di dalam mobil atau kendaraan bermotor lainnya.

Memakai helm

Helm membantu mencegah cedera kepala. Anak Anda harus memakai helm yang cocok untuk olahraga atau aktivitas berikut:

  • Naik sepeda.
  • Bermain skateboard, skuter, atau sepatu roda.
  • Menunggangi kuda

Menjaga anak aman di rumah

  • Gunakan gerbang pengaman di bagian atas dan bawah tangga sampai anak Anda bisa naik dan turun dengan aman.
  • Jangan biarkan anak bermain di tangga atau melompat dari atas.
  • Jangan tinggalkan bayi kecil sendirian di tempat tinggi, seperti tempat tidur atau sofa.
  • Simpan semua senjata api dan peluru di lemari yang terkunci.

Keamanan tempat tidur

  • Pastikan bedrail anak terpasang dengan baik.
  • Jangan biarkan anak melompat di tempat tidur.
  • Hindari membeli ranjang susun untuk anak. Jika harus membeli pastikan rangka dan tangganya kuat dan terdapat bedrail di samping tempat tidur di atasnya.

Baca juga: Mengenal Gejala dan Penyebab GERD pada Bayi dan Anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau