KOMPAS.com - Shahnaz Haque, penyintas kanker ovarium bercerita bahwa pertama kali mendengar dirinya divonis kanker dunia serasa berhenti.
"Orang setelah divonis mengidap kanker itu seperti mendapat hukuman mati," ujar Shahnaz dalam konferensi pers World Cancer Day 2022 bertema "Beyond physical: mental and emotional impact" pada Minggu (20/2/2022).
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof Aru Wisaksono Sudoyo mendukung pernyataan wanita berusia 49 tahun ini bahwa penderita kanker umumnya mengalami berbagai masalah emosional dan mental setelah mendapatkan vonis menderita kanker.
Baca juga: Kenali Apa itu Retinoblastoma, Kanker Mata yang Kerap Menyerang Anak
“Orang yang terdiagnosa kanker sangat umum mengalami masalah emosional dan mental," ujar Prof Aru.
Contohnya yaitu depresi, gangguan stres pascatrauma, gangguan kecemasan umum, serta gangguan emosional yang parah.
Lalu bagaimana cara yang tepat memberi dukungan kepada penderita kanker?
"Disinilah pentingnya kehadiran orang-orang terdekat yaitu untuk menumbuhkan semangat untuk terus sehat. Membangun kekuatan mental dan emosional tidaklah mudah dan tidak bisa dilakukan sendiri," lanjut Shahnaz.
Namun, Shahnaz mengingatkan bahwa memberikan dukungan kepada penderita kanker yang tepat bukan berarti selalu mengasihani mereka.
Baca juga: Hari Kanker Anak Sedunia, Kenali 7 Gejala Awal Kanker Anak
Ibu tiga anak ini mengatakan bahwa berfokus mengasihani justru dapat menjatuhkan harga diri seorang pasien.
"Kalau harga diri mereka tidak hancur, maka semangat hidup mereka muncul, keinginan untuk makan timbul, dan mau bekerja sama (dengan petugas medis) akan lebih besar," terangnya.
Menurut Shahnaz, pada dasarnya setiap penderita kanker memiliki kekuatan untuk bertahan melawan kanker, hanya saja mereka membutuhkan dukungan besar.
Kehadiran dan sentuhan hangat sudah bisa sangat membantu menguatkan mental dan emosional panderita kanker.
Kemudian, tindakan nyata saat dibutuhkan adalah dukungan yang sangat berarti bagi mereka.
"Siap untuk membantu itu bukan lips service, tapi bertindak segera saat ada sesuatu yang bisa ditolong, tanpa banyak bertanya," terangnya.
Baca juga: Laparoskopi pada Tumor, Kanker, dan Kista Kandungan
Ia menekankan pentingnya untuk mengubah kebiasaan masyarakat kita yang banyak bertanya saat menjenguk pasien kanker, seperti, "Kok bisa terkena kanker?"
Lalu, memberikan pantangan makan kepada penderita kanker tanpa melihat kondisi klinisnya.
Setelah itu, menyodorkan opsi-opsi pengobatan yang tidak pasti dan bertentangan dengan perawatan yang sedang dijalani di rumah sakit.
Hal-hal tersebut dapat memberikan beban tambahan kepada penderita kanker dan berdampak kepada keberhasilan pengobatan.
"Selalu diatur, terlalu banyak dilarang, dan terlalu sering ditakut-takuti, itu yang akan membuat pasien menjadi malas untuk makan," ungkap ahli gizi Dr Dedyanto Henky Saputra.
Padahal, nutrisi dari makanan yang dimakan adalah salah satu kunci untuk keberhasilan perawatan kanker.
Jika terjadi malnutrisi pada tubuh penderita kanker, Dr Dedy mengatakan itu dapat membuat pengobatan menjadi terhambat, bahkan berhenti.
Sayangnya, salah satu ketidakberhasilan memberikan makanan sering kali datangnya dari keluarga sendiri.
Baca juga: 4 Makanan yang Dapat Mencegah Kanker Prostat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.