GARUT, salah satu kabupaten di Jawa Barat, menduduki peringkat pertama penyandang stunting. Angkanya tidak main-main, 35 persen. Padahal Garut sangat terkenal kesuburan tanahnya. Begitupun etos kerja warga Garut cukup terkenal.
Alangkah sangat aneh, angka stunting yang selalu identik dengan kondisi kurang gizi, menimpa Kabupaten Garut.
Kondisi stunting atau gagal tumbuh tidak sepenuhnya disebabkan kurang gizi. Bahkan kekurangan makan, khususnya karbohidrat, bisa memicu pertumbuhan yang optimal. Hal ini terutama dihubungkan dengan fungsi growth hormone. Growth hormone atau hormon pertumbuhan memegang peranan penting dalam pencegahan stunting.
Baca juga: Garut Berstatus Merah, Daerah dengan Angka Stunting Tertinggi di Jabar
Sayangnya peran hormon pertumbuhan justru tidak pernah tercermin dalam kebijakan program pencegahan stunting. Selalu yang ditekankan adalah kecukupan gizi. Padahal pelepasan pertumbuhan justru tidak berhubungan langsung dengan kecukupan gizi.
Banyak faktor yang memengaruhi pelepasan hormon pertumbuhan. Bahkan faktor keseimbangan emosi justru lebih dominan. Seharusnya itu menjadi pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pencegahan stunting.
Bahkan dalam masa pandemi terlihat sangat jelas. Stunting bukan karena kekurangan gizi. Bukan berarti faktor gizi tidak berperan dalam kejadian stunting. Namun yang terjadi bukan kekurangan gizi, melainkan kekeliruan pemberian gizi.
Hal ini sangat berpengaruh pada banyak hal. Akan dijelaskan di bawah, hubungan pemberian gizi yang tidak tepat dengan masalah-masalah yang timbul pada kehamilan.
Kekeliruan pemberian gizi mengakibatkan fungsi hormon pertumbuhan tidak berkembang. Alih-alih menurunkan kejadian stunting, pemberian bantuan gizi malah semakin memperburuk kondisi.
Umumnya bantuan itu berupa makanan tinggi kalori. Terutama berupa susu dan makanan kemasan. Semuanya tidak memperhitungkan peran hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan tidak hanya penting bagi bayi tetapi juga pada proses kehamilan. Dengan memperhitungkan peran hormon pertumbuhan juga mencegah berbagai penyulit kehamilan.
Hormon pertumbuhan sangat dipengaruhi kerja hipotalamus. Selain itu juga kerja kelenjar hipofise secara keseluruhan. Fungsi ini memengaruhi siklus sirkadian. Siklus sirkadian adalah jam tubuh rutinitas seseorang.
Pelepasan hormon pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan ibu hamil. Salah satu yang memengaruhi emosi adalah asupan gula. Hal yang sering dilalaikan ibu hamil.
Selain stres psikososial sehari-hari. Hormon pertumbuhan justru dilepaskan pada kondisi hipoglikemia. Artinya tubuh harus diberi kesempatan untuk mengalami hipoglikemia. Hipoglikemia ini tentu saja tidak terus menerus. Hipoglikemia menjelang waktu istirahat.
Artinya, kondisi ini berkaitan dengan pengaturan waktu makan. Sayangnya justru anjuran yang saat ini berlaku adalah makan yang sering dalam porsi kecil. Kondisi ini tentu saja akan mencegah kondisi hipoglikemia. Akibatnya hormon pertumbuhan tidak pernah terangsang untuk dilepaskan.
Makan porsi kecil juga rawan memicu stres. Makan porsi kecil terutama jika hanya dari sumber karbohidrat. Karbohidrat akan cepat sekali dipergunakan oleh sel saraf. Akibatnya, saat insulin dilepaskan, glukosanya sudah digunakan oleh saraf. Akibatnya terjadi penurunan kadar glukosa.
Baca juga: Aplikasi Deteksi Dini Stunting Inovasi Mahasiswa UGM, Ini Fiturnya
Penurunan kadar glukosa ini akan cepat memicu stres. Kondisi stres ini akan memicu pelepasan glukagon untuk meningkatkan kadar glukosa. Glukagon memicu glukoneogenesis untuk menghasilkan glukosa, seingga kadar glukosa darah meningkat lagi.