Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/11/2022, 07:31 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

SINGAPURA, KOMPAS.com - Maraknya deforestasi dan alih fungsi lahan hutan menjadi ancaman peningkatkan kasus penyakit malaria knowlesi pada manusia.

Hal itu mengemuka di forum diskusi panel From Zoonosis to Antimicrobial Resistance di The 7th World One Health Congress 2022 di Singapura, Selasa (8/11/2022).

Untuk diketahui, malaria knowlesi adalah penyakit malaria yang disebabkan infeksi protozoa Plasmodium knowlesi. Penyakit ini jamak menginfeksi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Asia Tenggara.

Baca juga: Antisipasi Pandemi Penyakit Zoonosis, G20 Perkuat Komitmen One Health

Seseorang bisa tertular penyakit malaria ini ketika digigit nyamuk Anopheles leucosphyrus, yang baru menggigit kera ekor panjang dan terinfeksi protozoa penyebab malaria knowlesi.

Saat terkena penyakit ini, penderita bisa merasakan gejala malaria knowlesi yang khas seperti demam sampai menggigil, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, badan lemas, tidak nafsu makan, terkadang disertai batuk dan sakit perut.

Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, dr Inke Nadia D. Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A, PhD menjelaskan bagaimana habitat monyet terdesak deforestasi dan alih fungsi lahan bisa meningkatkan kasus malaria knowlesi.

“Sebetulnya knowlesi (malaria) ini umum di hewan monyet ekor panjang. Nah, ketika monyet ini kehilangan habitatnya, ketika manusia mengubah hutan menjadi kebun atau plantation lainnya, maka paparan malaria ini kepada manusia akan semakin tinggi,” jelas Inke, saat berbicang di acara setempat.

Menurut Inke, banyak penyakit yang awalnya berawal dari hewan. Namun, ketika lingkungan sekitarnya mengalami perubahan secara signifikan, dampaknya penyakit berkembang menyerang manusia.

“Awalnya penyakit ini menginfeksi hewan, tapi ketika terpapar terus-menerus, maka kuman juga akan beradaptasi, lalu jadi menyerang manusia,” ungkap dia.

Baca juga: Jadi Silent Pandemic, Kenali Apa itu Resistensi Antibiotik

Berdasarkan riset yang tengah dijalankan Inke dan timnya, penyakit malaria knowlesi telah terdeteksi di Kalimantan Utara. Wilayah ini berbatasan dengan Sabah, Malaysia yang mendominasi kasus malaria karena Plasmodium knowlesi. Selain itu, penyakit ini juga ditemukan di Sumatra dan Sulawesi.

Senada dengan Inke, Kepala Departemen Parasitologi University of Malaya, Malaysia Prof LAU Yee Ling, juga menyebutkan perubahan habitat dan ekologi hewan bakal meningkatkan kasus zoonosis (penyakit yang ditularkan hewan ke manusia atau sebaliknya), termasuk malaria knowlesi.

“Program eradikasi kasus malaria pada manusia menjadi nol kasus bisa terganggu,” kata Ling.

Sedangkan Prof Indra Vythilingam dari University of Malaya, Malaysia menambahkan, tantangan pengendalian penyakit malaria knowlesi ke depan selain faktor lingkungan juga bakal semakin berat karena penggunaan obat pembasmi serangga secara berlebihan.

Dampaknya, banyak nyamuk vektor atau pembawa mikroba seperti Plasmodium knowlesi yang bakal kebal obat.

“Tantangan eradikasi malaria bisa terganjal resistensi antimikroba,” ujar Vythilingam.

Baca juga: G20 Serukan Perangi Resistensi Antibiotik yang Jadi Silent Pandemic

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau