KOMPAS.com - Sabu-sabu dikenal sebagai obat stimulan berisiko tinggi yang menyebabkan ketergantungan fisik.
Mengutip Badan Narkotika Nasional (BNN), sabu-sabu masuk dalam obat psikostimulansia dan simpatomimetik.
Berdasarkan hasil survei BNN RI Tahun 2019, sabu-sabu merupakan narkotika terbanyak kedua setelah ganja, yang digunakan masyarakat Indonesia.
Efek sampingnya memengaruhi otak dan organ lainnya, termasuk HIV/AIDS. Artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang pengertian sabu dan efek sampingnya untuk kesehatan.
Baca juga: Jenis-jenis Narkoba dan Bahayanya Bagi Tubuh
Sabu-sabu merupakan istilah umum di Indonesia, tetapi nama ilmiahnya adalah methamfetamin.
Bentuknya seperti batu kristal yang biasanya berwarna putih atau biru semi transparan.
Mengutip BNN, sabu-sabu sebenarnya narkotika yang mengandung zat methamfetamin.
Methamfetamin sendiri termasuk dalam narkotika golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sehingga, sabu sama sekali dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Ini artinya sabu tidak boleh digunakan untuk pengobatan, namun hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Di luar sana, seperti yang dikutip dari WebMD, obat ini digunakan untuk mengobati obesitas dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Ini hanya tersedia dengan resep dokter.
Sabu dibuat dengan bahan pseudoephedrine, yang ditemukan di banyak obat flu. Bahan itu membantu mengurangi hidung tersumbat.
Baca juga: Jangan Sesekali Mencobanya, Ini Bahaya Sabu pada Tubuh
Mengutip Medical News Today, pengguna narkoba biasa memakai sabu-sabu dengan beberapa cara, seperti dihisap sebagai rokok atau menyuntikkannya.
Masing-masing cara bisa memberikan efek mabuk yang berbeda.
Misalnya, merokok sabu bisa membuat orang mabuk lebih cepat dan lebih intens, saat pertama kali melakukannya.
Sabu adalah obat stimulan kuat dan sangat adiktif yang menyebabkan munculnya perasaan euforia dan energi tinggi.