KOMPAS.com - Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo dr. Nastiti Kaswandani menegaskan bahwa tingkat fatalitas maupun mortalitas dari Mycoplasma pneumoniae lebih rendah daripada Covid-19.
“Apabila dibandingkan dengan Covid-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen. Itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata dr. Nastiti, seperti yang dikutip dari Sehat Negeriku pada Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Mengenal Bakteri Mycoplasma Pneumoniae, Kuman Penyebab Pneumonia
Oleh karenanya, pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae sering disebut sebagai "walking pneumonia".
Ia menjelaskan, alasan sebutan itu lantaran gejala pneumonia pada anak yang muncul cenderung ringan. Sehingga, pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan.
“(Pasien) anaknya cukup baik kondisi klinisnya, sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” jelasnya.
Baca juga: Kemenkes: Ada Laporan Kasus Pneumonia akibat Mycoplasma Pneumoniae
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan menyebut bahwa pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru.
Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan sejak lama, bahkan sejak periode 1930-an.
Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia lantaran bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di China Utara dan Eropa yang mayoritas menyerang anak-anak.
Lantaran bukan penyakit baru, Prof. Erlina mengatakan bahwa pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkes Siapkan Jejaring untuk Ukur Penyebaran Mycoplasma Pneumoniae
Selain dapat diobat, Prof Erlina menegaskan bahwa pneumonia pada anak akibat Mycoplasma pneumoniae yang meningkat kasusnya di luar negeri sebenarnya dapat dicegah.
Ia mengatakan yang terpenting saat ini adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Menurutnya, hal tersebut adalah kunci utama pencegahan penyakit pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae.
Selain itu, menurut Prof Erlina, masyarakat juga perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) untuk menurunkan risiko penyakit pernapasan.
Baca juga: IDAI: Waspadai Mycoplasma Pneumoniae Tanpa Perlu Panik
Rekomendasi itu di antaranya, yaitu:
"Kita harus waspada dan terapkan PHBS serta jangan panik," pungkasnya.
Baca juga: 4 Gejala Pneumonia karena Mycoplasma Pneumoniae dan Cara Mengobatinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.