Dia menjelaskan bahwa untuk membuktikan BPA telah membahayakan kesehatan manusia membutuhkan studi lanjutan. Pembuktian bisa dilakukan melalui studi Kohort yang dilakukan terhadap manusia langsung.
“Studi harus mengikuti dari mulai (manusia) terpapar hingga timbul penyakit. Tapi, kalau hanya mengamati saja tanpa melakukan eksperimen berikutnya yang lebih kuat lagi, itu belum bisa memastikan hubungan kausalitasnya,” ucapnya.
Baca juga: Dokter: Belum Ada Bukti BPA pada Galon Air Berbahaya bagi Kesehatan
Sekali lagi, ia juga menegaskan bahwa pembuktian dampak negatif BPA juga dapat dilakukan melalui studi eksperimen.
“Studi eksperimen secara acak dna tidak acak harus dilakukan. Kalau (studi) acak tentunya akan lebih kuat karena tidak ada bias-biasnya,” ujarnya.
Hal yang perlu dilakukan pula untuk membuktikan, kata dia, adalah melakukan critical appraisal. Lewat teknis ini, penelitian terdahulu yang sudah dilakukan dapat di-review atau dikritisi lagi oleh pihak lain untuk membuktikan apakah penelitian itu sahih, valid, dan kuat.
Mengakhiri paparannya, dr Karin menekankan bahwa penggunaan BPA pada kemasan makanan masih dinyatakan aman oleh berbagai badan dunia, termasuk Indonesia, dengan ambang batas tertentu.
“(Janagan terlalu khawatir). Kita perlu melakukan penelitian lebih lanjut dengan desain lebih baik dan ideal untuk bisa menemukan hubungan kausalitasnya. Sampai saat ini, memang belum ada penelitian dengan desain yang ideal dan kuat yang menemukan hubungan kausalitas tersebut,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.