KOMPAS.com - Pendukung calon presiden atau capres di pemilihan umum berisiko mengalami election stress disorder.
Dikutip dari Kompas.com, election stress disorder adalah situasi kondisi mental seseorang yang mengalami perubahan atau memburuk karena isu politik menjelang pemilu.
Baca juga: Bukan Stres Biasa, Ini 5 Tanda Burnout
Election stress disorder bukan diagnosis medis resmi, namun bisa dialami banyak orang menjelang masa pemilu.
Untuk lebih jelasnya, simak gejala election stress disorder di bawah ini.
Dilansir dari Mayo Clinic, election stress disorder atau gangguan stres menjelang pemilu umumnya bisa menyebabkan beberapa gejala atau keluhan, seperti:
Selain itu menurut psikiater Mayo Clinic Dr. Robert Bright, orang yang terkena election stress disorder juga memiliki kewaspadaan yang lebih tinggi dari biasanya.
Orang tersebut biasanya juga berusaha terus-menerus mencari berita dan informasi dari media sosial atau platform lainnya.
"Ada banyak rasa takut dan berbagai emosi lain yang dialami orang dengan election stress disorder. Orang tersebut akan ketakutan, meningkatkan kewaspadaan, serta berusaha mencari berita atau informasi di media sosial," kata Bright kepada Mayo Clinic.
Baca juga: 18 Efek Stres pada Tubuh dan Cara Mengatasinya
Bright melanjutkan, perasaan cemas dan takut bisa muncul karena perbedaan argumen atau visi misi antara satu calon presiden dengan capres lainnya.
Kondisi tersebut lantas bisa mengakibatkan hubungan sosial dengan sesama menjadi terganggu karena penderita election stress disorder akan mudah tersinggung, tidak mau menerima pendapat orang lain, bahkan tak sungkan menegur orang yang punya pilihan berbeda.
Jika penderita election stress disorder tidak dapat mengendalikan dirinya, ia berisiko mengalami masalah di lingkungan kerja atau dengan keluarga.
Meski bukan diagnosis medis resmi, election stress disorder yang tidak tertangani bisa memicu perasaan putus asa atau tidak berdaya, hingga depresi.
Karena itu, orang yang mengalami gejala election stress disorder selama masa pemilu, dianjurkan untuk berkonsultasi dengan ahli yaitu psikolog atau psikiater untuk mendapat diagnosis dan perawatan yang sesuai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.