Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Stres terhadap Tubuh Anda yang Perlu Diketahui

Kompas.com - 20/02/2024, 05:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Tubuh kita sebenarnya secara alami dapat mengatasi stres dalam dosis kecil.

Dikutip dari Cleveland Clinic, fakta bahwa tubuh manusia dirancang untuk bisa mengalami stres dan bereaksi terhadapnya.

Jika Anda mengalami perubahan atau tantangan (stressor), tubuh Anda menghasilkan respons stres fisik dan mental.

Baca juga: Dampak Stres terhadap Otak yang Harus Disadari

Respons stres, yang terdiri dari melawan (fight) atau melarikan diri (flight), membantu tubuh Anda menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Stres bisa berdampak positif, membuat kita tetap waspada, termotivasi, dan siap menghindari bahaya.

Namun, stres menjadi masalah ketika pemicu stres terus berlanjut tanpa adanya kelegaan atau periode relaksasi.

Baca juga: Tahukah Dampak Stres Bisa Mengecilkan Otak Anda? Ini Faktanya...

Stres memengaruhi sistem saraf otonom tubuh. Ini mengontrol detak jantung, pernapasan, perubahan penglihatan, dan banyak lagi.

Ketika Anda mengalami stres jangka panjang (kronis), aktivasi respons stres yang terus-menerus menyebabkan kerusakan pada tubuh.

Artikel ini akan menunjukkan lebih lanjut dampak stres terhadap tubuh Anda, agar Anda lebih memahami pentingnya kemampuan untuk mengelola stres dalam diri.

Baca juga: Dampak Stres terhadap Gula Darah Tinggi yang Harus Diketahui

Apa saja dampak stres terhadap tubuh?

Disari dari American Psychological Association dan The Washington Post, berikut macam dampak stres terhadap tubuh Anda secara umum:

  • Otak

Saat Anda mengalami stres, otak Anda memicu pelepasan serangkaian hormon yang menghasilkan perubahan fisiologis. Hormon tersebut, meliputi kortisol, epinefrin (alias adrenalin), dan norepinefrin.

Stres kronis dapat meningkatkan kadar kortisol berkepanjangan yang dapat mengganggu dan merusak hipokampus otak, yang sangat penting untuk fungsi memori jangka panjang.

Peningkatan kortisol dalam jangka panjang juga dapat merusak korteks prefrontal otak, yang penting untuk memusatkan perhatian dan fungsi eksekutif (proses kognitif yang memungkinkan Anda merencanakan, mengatur, memecahkan masalah, berpikir fleksibel, dan mengendalikan impuls).

Baca juga: Hubungan Stres dan Gula Darah yang Perlu Diketahui

  • Sistem muskuloskeletal

Saat tubuh stres, otot menjadi tegang. Ketegangan otot hampir merupakan reaksi refleks terhadap stres, cara tubuh melindungi diri dari cedera dan nyeri.

Stres kronis menyebabkan otot-otot dalam tubuh berada dalam kondisi waspada yang kurang lebih konstan.

Ketika otot tegang dan tegang dalam jangka waktu lama, Anda bisa mengalami beberapa hal di antaranya seperti berikut:

    • Sakit kepala tipe tegang
    • Sakit kepala migrain berhubungan dengan ketegangan otot kronis di area bahu, leher, dan kepala
    • Nyeri muskuloskeletal pada punggung bawah dan ekstremitas
  • Sistem pernapasan

Sistem pernapasan memasok oksigen ke sel dan membuang limbah karbon dioksida dari tubuh.

Saat stres kronis, otot dalam sistem pernapasan Anda bisa menegang yang membuat lajunya meningkat.

Alhasil, stres dan emosi yang kuat dapat muncul dengan gejala gangguan pernapasan, seperti sesak napas dan napas cepat, karena saluran napas antara hidung dan paru-paru menyempit.

Baca juga: 8 Nutrisi Penting untuk Mengurangi Stres Anda

  • Sistem kardiovaskular

Jantung dan pembuluh darah terdiri dari dua elemen sistem kardiovaskular yang bekerja sama dalam memberikan nutrisi dan oksigen ke organ-organ tubuh.

Aktivitas kedua elemen ini juga terkoordinasi dalam respon tubuh terhadap stres.

Stres akut menyebabkan peningkatan detak jantung dan kontraksi otot jantung yang lebih kuat, dengan hormon stres (adrenalin, noradrenalin, dan kortisol) bertindak sebagai pembawa pesan untuk efek-efek ini.

Stres sesaat atau jangka pendek ini, meliputi dikejar tenggat waktu, terjebak kemacetan, atau tiba-tiba menginjak rem untuk menghindari kecelakaan.

Sementara, stres kronis dapat menyebabkan masalah jangka panjang pada jantung dan pembuluh darah.

Peningkatan detak jantung yang konsisten dan berkelanjutan, serta peningkatan kadar hormon stres dan tekanan darah, dapat berdampak buruk pada tubuh.

Stres jangka panjang yang berkepanjangan ini dapat meningkatkan risiko hipertensi, serangan jantung, atau stroke.

Baca juga: 7 Makanan Pilihan untuk Mengurangi Stres yang Perlu Diketahui

  • Sistem imun

Selama peristiwa atau periode waktu yang membuat stres, hormon stres seperti kortisol berpindah ke sistem kekebalan dan memiliki berbagai efek disregulasi.

Salah satunya adalah dengan memicu peningkatan peradangan, yang merupakan akar dari banyak masalah kesehatan, termasuk penyakit kardiovaskular dan demensia.

Peradangan yang terlalu banyak atau kronis dapat membuat sistem imun berbalik melawan sel-sel sehat, membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi, kurang responsif terhadap vaksin, dan penyembuhannya lebih lambat.

Terlebih lagi, pelepasan sitokin pro-inflamasi saat stres dapat berpindah ke otak dan meningkatkan risiko depresi. Stres dan depresi adalah siklus yang buruk.

  • Kulit

Kulit merupakan organ yang sangat aktif. Kulit memiliki sistem kekebalannya sendiri, dan berinteraksi dengan otak dari waktu ke waktu.

Ketika stres, kulit memberi respons dengan memunculkan masalah yang paling umum, yaitu jerawat atau eksim yang kambuh.

Akibatnya, ketika Anda mengalami stres akut atau kronis, sistem kekebalan kulit menjadi aktif, sehingga memicu peradangan.

Itu memperburuk kondisi kulit, seperti rosacea, psoriasis, gatal-gatal, dan eksim.

Stres juga dapat mengganggu kemampuan kulit untuk menahan air. Aliran hormon stres yang dilepaskan mendorong kelenjar sebaceous di kulit memproduksi lebih banyak minyak, yang dapat memicu munculnya jerawat.

Baca juga: 10 Obat Alami untuk Mengurangi Stres Anda

  • Sistem pencernaan

Stres menurunkan motilitas gastrointestinal (memperlambat pengosongan usus), yang dapat membuat Anda merasa mual, kembung atau sembelit.

Dampak stres yang lebih besar dalam sistem pencernaan adalah stres menyebabkan perubahan pada mikrobioma usus, memengaruhi keragaman bakteri di sana, dan memengaruhi fungsi penghalang usus, sehingga meningkatkan kebocoran usus.

Ini berarti produk sampingan bakteri dari makanan yang Anda makan dapat bocor ke luar saluran pencernaan ke dalam sirkulasi Anda, yang pada gilirannya memicu respons inflamasi dan hormonal.

  • Sistem saraf

Sistem saraf terdiri dari divisi pusat, yang melibatkan otak dan sumsum tulang belakang. Lalu, divisi perifer yang melibatkan sistem saraf otonom dan somatik.

Sistem saraf otonom mempunyai peranan langsung dalam respons fisik terhadap stres dan terbagi menjadi sistem saraf simpatis (SNS) serta sistem saraf parasimpatis (PNS).

Saat stres, SNS memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin (epinefrin) dan kortisol.

Hormon-hormon ini bersama dengan kerja saraf otonom menyebabkan jantung berdetak lebih cepat, laju pernapasan meningkat, pembuluh darah di lengan dan kaki melebar, proses pencernaan berubah, dan kadar glukosa (energi gula) dalam aliran darah meningkat menjadi menangani keadaan darurat.

Setelah krisis selesai, tubuh biasanya kembali ke kondisi sebelum darurat dan tanpa stres. Pemulihan ini difasilitasi oleh PNS, yang umumnya mempunyai efek berlawanan dengan SNS.

Ketika Anda mengalami stres kronis, sistem saraf otonom Anda terus memicu reaksi fisik. Hal ini menyebabkan kerusakan pada tubuh.

Yang menjadi masalah bukanlah dampak stres kronis terhadap sistem saraf, melainkan dampak aktivasi sistem saraf yang terus-menerus terhadap sistem tubuh lainnya.

Baca juga: 10 Penyakit yang Disebabkan Stres Perlu Diwaspadai

  • Sistem reproduksi

Stres kronis dapat juga berdampak pada sistem reproduksi pria maupun wanita. Sebab, hormon kortisol yang diproduksi berlebihan oleh kelenjar adrenal dapat memengaruhi fungsi biokimia normal sistem reproduksi.

Pada pria, stres kronis dapat memengaruhi produksi testosteron, sehingga mengakibatkan menurunnya gairah seks atau libido, bahkan dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.

Stres kronis juga dapat berdampak negatif pada produksi dan pematangan sperma.

Ketika stres mengganggu sistem kekebalan, tubuh menjadi rentan terhadap infeksi. Pada anatomi pria, infeksi dapat menyerang testis, kelenjar prostat, dan uretra, yang semuanya dapat memengaruhi fungsi reproduksi normal pria.

Pada wanita, stres dapat memengaruhi mesntruasi. Misalnya, tingkat stres yang tinggi mungkin berhubungan dengan tidak adanya atau tidak teraturnya siklus menstruasi, menstruasi yang lebih menyakitkan, dan perubahan lamanya siklus.

Stres juga bisa mengurangi hasrat seksual, terutama ketika perempuan secara bersamaan merawat kelelahan karena masalah pekerjaan dan lain-lain.

Stres yang berkepanjangan juga dapat membuat wanita sulit hamil dan peningkatan penyakit pada sistem reproduksi, seperti infeksi virus herpes simpleks atau sindrom ovarium polikistik.

Memahami bagaimana stres memengaruhi tubuh dapat membantu Anda menyadari pentingnya mengatasi stres.

Sebagian besar dampak stres sebenarnya dapat dikelola dengan baik.

Anda bisa berolahraga secara teratur, mendapatkan tidur yang berkualitas, dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dan/atau mengelola stres.

Anda dapat bekonsultasi langsung dengan psikolog atau psikiater untuk mengetahui cara yang tepat untuk mengelola stres Anda.

Baca juga: 8 Cara Sehat Meredakan Stres yang Perlu Diketahui 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com