Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Kurniasih Mufidayati
Anggota DPR-RI

Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota DPR RI dan dosen.

Menguji Implementasi Strategi Nasional Pengendalian Dengue

Kompas.com - 01/06/2024, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RSUD Tamansari, Jakarta Barat, juga mencapai BOR 100 persen sepanjang Maret 2024 akibat dari pasien DBD.

Peningkatan BOR sebanyak 80-90 persen di beberapa rumah sakit tersebut merupakan dampak dari kenaikan kasus.

Dari sisi keluarga pasien, DBD yang menimpa seseorang juga bukan hanya menimbulkan beban biaya, namun juga akan menurunkan produktivitas karena harus menjaga anggota keluarga yang terserang DBD.

Jika yang terpapar DBD adalah tulang punggung keluarga, maka dampaknya akan lebih besar lagi.

Penanganan DBD yang masih harus melalui perawatan di rumah sakit tentu akan memberikan beban finansial karena memerlukan biaya tidak sedikit.

Apalagi jika keluarga tidak memiliki asuransi atau tidak ikut alam jaminan kesehatan nasional. Negara turut menanggung beban tersebut akibat DBD.

Pemerintah melalui BPJS Kesehatan setiap tahun mesti membayar klaim perawatan kasus DBD mencapai lebih dari Rp 350 miliar pada 2015-2021.

Mengutip data BPJS Kesehatan sebagaimana dikutip dari Kompas.id (21/3), pembiayaan untuk seluruh kasus dengue pada 2023 mencapai Rp 1,3 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp 626 miliar.

Hal itu menunjukkan beban pembiayaan pemerintah yang tinggi untuk penanganan kasus dengue di Indonesia.

Dalam sejarahnya, beragam upaya telah dilakukan di Indonesia untuk pengendalian DBD. Mulai dari penaburan bubuk larvasida (Abate) untuk membunuh jentik yang dilakukan pada 1970-an dan masih berlangsung sampai tahun 1990-an, hingga membagikan bubuk larvasida ini dari rumah ke rumah untuk ditaburkan di bak mandi dan tempat penampungan air lainnya.

Kemudian pada 1990-an, dimulai program fogging yang menyasar bangunan dan saluran air di sekitar rumah maupun lahan kosong untuk memutus vektor dengan mematikan nyamuk dewasa dalam waktu singkat.

Pada tahun 1990-an, juga mulai digalakan gerakan 3M untuk memberantas jentik nyamuk dengan menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas sehingga mengurangi penggunaan bahan kimia.

Gerakan 3M ini juga diikuti dengan pemasangan kelambu pada saat tidur, terutama tidur siang.

Pada tahun 2000-an, pemerintah juga mulai memunculkan petugas juru pemantau jentik (jumantik) yang diambil dari unsur masyarakat, untuk memantau tempat-tempat yang berpotensi munculnya jentik nyamuk yang menjadi vector DBD untuk kemudian membasminya dan communication for behavioural impact (Combi) pada 2004.

Pada tahun 2007, digalakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan Combi, serta gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J) pada 2015.

Menguji implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Dengue

Belajar dari pandemi Covid-19 yang juga melanda Indonesia, pemerintah menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Dengue (SNPD) sebagai upaya untuk mengendalikan wabah DBD.

SNPD bertumpu pada upaya koordinasi, kolaborasi lintas sektor dan solidaritas sebagai bagian penting dalam penanggulangan. Secara umum SNPD ini bertujuan menurunkan beban kesehatan masyarakat akibat dengue. Target yang ingin dicapai adalah zero death pada tahun 2030.

SNPD ini sejalan dengan komitmen global dalam menanggulangi dengue yang tertuang dalam the Global Strategy for Dengue Prevention and Control 2012–2020 dan A Road Map for Neglected Tropical Diseases (NTDs) 2021-2030. SNPD juga mengacu pada RPJMN 2020-2024 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024.

Target atau indikator DBD yang ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024 adalah 90 persen kabupaten/kota memiliki incidence rate (IR) DBD ≤49/100.000 penduduk pada tahun 2024 yang akan dicapai secara bertahap.

Target tersebut diharapkan tercapai melalui kegiatan-kegiatan seperti: (1) peningkatan inovasi pengendalian vektor (pengendalian vektor terpadu dan secara biologis); (2) penguatan tata laksana kasus; (3) peningkatan advokasi dan komunikasi; (4) penguatan sistem laboratorium kesehatan masyarakat untuk penguatan surveilans; (5) penguatan reporting dan real time surveillance; (6) membangun sistem kewaspadaan dini; dan (7) peningkatan kemampuan daerah.

Dalam SNPD, pemerintah menetapkan enam strategi penanggulangan DBD nasional (i) Penguatan manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan, (ii) peningkatan akses dan mutu tatalaksana dengue, (iii) Penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsif, (iv) Peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan, (v) Penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan kemitraan, dan (vi) Pengembangan kajian, invensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti (evidence base).

Namun, jika melihat wabah DBD yang berlangsung dalam tiga tahun terakhir, terutama yang terjadi di 2024, masih kurang terlihat adanya implementasi yang optimal dari SNPD ini.

Dalam hal pelibatan masyarakat, misalnya, tidak ada perubahan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya karena pendekatan yang digunakan masih sama. Demikian pula dalam hal Penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB.

Hal yang masih belum terlihat dari implementasi SNPD adalah pengembangan kajian, invensi, inovasi, dan riset dalam penanggulangan DBD.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau