Salah satu solusi yang positif adalah program makan gratis dengan pangan alternatif berbasis tanaman, yang tidak hanya mendukung kesehatan, tetapi juga keberlanjutan dan kelestarian lingkungan.
Pengembangan bahan dasar tanaman untuk membuat susu nabati adalah solusi menarik. Susu nabati, yang sering disebut oleh masyarakat, memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan susu hewani dan bisa menjadi alternatif bagi orang-orang yang intoleran terhadap laktosa atau alergi terhadap susu sapi.
Kandungan gizi seperti vitamin E, vitamin B, antioksidan, fosfor, dan isoflavon membuat susu nabati sangat berguna untuk berbagai kalangan usia, termasuk bayi, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Susu nabati, seperti susu kedelai dan susu kacang hijau, juga memiliki harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan susu hewani. Produksi kacang hijau di Indonesia cukup tinggi, sehingga susu kacang hijau bisa menjadi alternatif menarik.
Data Kementerian Pertanian, ekspor kacang hijau dari Indonesia telah meningkat signifikan, menunjukkan potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut.
Pada tahun 2022 melakukan ekspor kacang hijau secara total sebesar 16.000 ton dengan nilai Rp 314,9 miliar dan pada tahun 2023 per bulan Agustus, sebesar 11.000 ton dengan nilai Rp 211 miliar.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi mengatakan, luas tanam kacang hijau rata-rata setahun sebesar 140.000 hektare dengan produksi 230.000 ton.
Umur panen kacang hijau adalah 2 bulan dengan provitas 1,5 ton per hektare. Biaya produksi relatif murah Rp 2 juta sampai Rp 5 juta per hektare, sebagai selingan setelah tanam padi di saat musim kering dengan harga jual di petani Rp 15.000 per kilogram.
Selain mencari alternatif susu sapi, penting juga untuk menemukan alternatif daging dalam rangka mendukung program makan siang gratis.
Selain daging sapi, program bisa memasukkan sumber protein nabati seperti tempe, tahu, kacang-kacangan, dan biji-bijian.
Langkah ini tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan pada daging sapi, tetapi juga memberikan opsi protein yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Inovasi dalam pengolahan makanan seperti tempe, tahu, dan produk nabati lainnya bisa menjadi kunci untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap alternatif daging tersebut.
Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 81.000 usaha pembuatan tempe yang menghasilkan sekitar 2,4 juta ton tempe setiap tahunnya, menciptakan nilai tambah signifikan untuk industri tempe.
Penggunaan tempe dalam program makan siang gratis tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi penerima manfaat program, tetapi juga berpotensi memberikan dampak positif besar pada industri tempe di Indonesia.
Peningkatan permintaan akan kedelai sebagai bahan baku untuk tempe juga bisa memberikan dampak positif pada para petani kedelai, meningkatkan produksi dan pendapatan mereka, serta mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan.