Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Gizi Luruskan Mitos seputar Produk Beku dan Olahan Pangan Berbasis Protein

Kompas.com - 16/09/2024, 06:20 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Khairina

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com – Di tengah gaya hidup masyarakat modern yang serba cepat, produk beku dan olahan pangan berbasis protein semakin menjadi pilihan praktis bagi banyak keluarga di Indonesia.

Kesibukan yang padat sering kali membuat waktu untuk mempersiapkan makanan menjadi terbatas.

Dalam kondisi ini, produk beku dan olahan pangan akhirnya dipilih untuk memenuhi kebutuhan protein harian.

Baca juga: Dokter Gizi: Susu Ikan Sumber Protein, tapi Tidak Menggantikan Susu Sapi

Tetapi, tak jarang muncul anggapan di tengah-tengah masyarakat bahan makanan ini kurang sehat atau bahkan berbahaya, terutama bagi anak-anak.

Padahal, produk beku berupa daging sapi, ayam, dan ikan bisa menyimpan kandungan gizi yang sama baiknya dengan produk segar, terutama jika proses pembekuannya dilakukan dengan benar.

Produk olahan pangan berbasis protein, seperti nugget, sosis, otak-otak, bakso, maupun tempura juga bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi harian apabila dikonsumsi secara bijak.

Kandungan gizi tak rusak

Dokter Spesialis Gizi Klinik di RSUD dr. Moewardi Solo, dr. Indrawati Sp.GK, menjelaskan metode pembekuan sebenarnya adalah salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan kualitas bahan makanan. 

Menurutnya, pembekuan dapat menjaga daging dan ikan tetap aman dengan menekan aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan dan mencegah kontaminasi bakteri penyebab penyakit. 

”Membekukan daging atau ikan merupakan salah satu bagian dari food preparation untuk mempermudah kita dalam proses memasak. Ini aman,” jelasnya saat diwawancari Kompas.com, Sabtu (14/9/2024).

Foto Dokter Spesialis Gizi Klinik di RSUD dr. Moewardi Solo, dr. Indrawati Sp.GK. Ia menjelaskan metode pembekuan sebenarnya adalah salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan kualitas bahan makanan. Menurutnya, pembekuan dapat menjaga daging dan ikan tetap aman dengan menekan aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan dan mencegah kontaminasi bakteri penyebab penyakit. 
Dok. Pribadi Foto Dokter Spesialis Gizi Klinik di RSUD dr. Moewardi Solo, dr. Indrawati Sp.GK. Ia menjelaskan metode pembekuan sebenarnya adalah salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan kualitas bahan makanan. Menurutnya, pembekuan dapat menjaga daging dan ikan tetap aman dengan menekan aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan dan mencegah kontaminasi bakteri penyebab penyakit.
Dokter Gizi itu menekankan, proses pembekuan justru akan membuat bahan makanan bisa disimpan lebih lama tanpa merusak kandungan gizinya. 

Dengan kata lain, anggapan daging maupun ikan beku tidak lebih bergizi daripada produk segar termasuk mitos.

Beberapa produsen pangan bahkan telah melakukan pembekuan dengan teknologi terkini berupa individually quick frozen (IQF), yang sanggup mengunci kesegaran, gizi, rasa, tekstur, maupun kebersihannya.

Baca juga: Makanan Tinggi Protein Hewani Cegah Stunting pada Anak

Sebagian dari mereka juga menawarkan produk sumber protein hewani dari bahan-bahan berkualitas. Misalnya, ada jaminan daging ayam berasal dari ayam yang tumbuh sehat tanpa suntikan hormon. 

Ada juga produsen yang menawarkan hasil inovasi, seperti daging ayam probiotik dari ayam yang diberi pakan probiotik untuk mendukung penyerapan makanan dalam tubuh hewan ternak itu. 

Tanpa bahan pengawet

Indrawati menyebut, pembekuan bisa pula dipahami sebagai proses pengawet alami yang dapat mempertahankan kualitas produk. 

Maka dari itu, kurang tepat jika masyarakat menganggap semua produk daging beku pasti mengandung bahan pengawet.

”Faktanya, di pasaran kita bisa menemukan produk beku yang tanpa diberi bahan pengawet. Kita bisa memastikannya dengan melihat informasi di kemasan. Produk ini tentu lebih sehat untuk dikonsumsi,” ucapnya. 

Indrawati kemudian memberikan tips lain bagi masyarakat dalam memastikan kualitas produk beku yang dipilih tergolong aman.

Ia menyarankan pengecekan pada penampilan dan aroma produk. 

”Daging yang segar biasanya berwarna merah cerah, ayam berwarna putih segar, dan ikan tidak pucat. Jika sudah mengeluarkan bau amis atau busuk, sebaiknya hindari produk tersebut,” sarannya. 

Indrawati lalu menekankan pentingnya masyarakat untuk memperhatikan tanggal kadaluwarsa dari produk.

”Selalu cek informasi masa produksi dan tenggat kadaluarsa untuk menghindarkan kita dari berbagai bentuk kerugian,” serunya.

Baca juga: Tanda Utama Tubuh Kekurangan Protein

Jangan asal pilih yang murah

Selain produk beku berupa daging atau ikan kemasan, produk olahan seperti nugget, sosis, bakso, tempura, dan lain sebagainya bisa pula menjadi pilihan sumber protein harian bagi masyarakat.

Namun, Indrawati mengingatkan, siapa saja perlu berhati-hati dalam memilih produk olahan ini. 

Meski makanan tersebut mengandung protein, ada risiko tersembunyi, terutama bila produk olahan itu mengandung bahan tambahan dalam jumlah berlebih, seperti tepung, garam, gula, penyedap rasa, dan pengawet. 

“Kadang kita menemukan nugget yang isinya lebih banyak tepung dibanding daging. Produk seperti itu berisiko meningkatkan obesitas dan penyakit metabolik seperti diabetes, terutama pada anak-anak,” ujar Indrawati.

Ia pun menekankan pentingnya membaca komposisi nutrisi pada kemasan.

Menurutnya, konsumsi gula oleh anak-anak sebaiknya tidak lebih dari 25 gram per hari. Sedangkan garam dianjurkan tidak lebih dari 5 gram per hari dan natrium tidak lebih dari 2.300 mg per hari.

“Jangan hanya tergoda harga murah. Pastikan produk memiliki kandungan protein yang tinggi dan tidak berlebihan dalam bahan tambahan seperti garam dan gula,” tambah dokter yang juga menjadi pengajar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu.

Siapkan wadah baru

Ahli Gizi RS Brayat Minulya Solo, Agnes Sriwidayati, S.Gz, juga menyarankan masyarakat tak sembarangan dalam memilih produk olahan pangan berbasis protein untuk mendukung asupan gizi harian. Menurut dia, sebelum membeli produk tersebut, siapa saja baik untuk melihat tabel informasi gizi di kemasan. Agnes menganjurkan, masyarakat lebih memilih produk yang menawarkan protein tinggi.Dok. RS Brayat Minulya Solo Ahli Gizi RS Brayat Minulya Solo, Agnes Sriwidayati, S.Gz, juga menyarankan masyarakat tak sembarangan dalam memilih produk olahan pangan berbasis protein untuk mendukung asupan gizi harian. Menurut dia, sebelum membeli produk tersebut, siapa saja baik untuk melihat tabel informasi gizi di kemasan. Agnes menganjurkan, masyarakat lebih memilih produk yang menawarkan protein tinggi.

Senada, Ahli Gizi RS Brayat Minulya Solo, Agnes Sriwidayati, S.Gz, juga menyarankan masyarakat tak sembarangan dalam memilih produk olahan pangan berbasis protein untuk mendukung asupan gizi harian.

Menurut dia, sebelum membeli produk tersebut, siapa saja baik untuk melihat tabel informasi gizi di kemasan.

Agnes menganjurkan, masyarakat lebih memilih produk yang menawarkan protein tinggi.

”Di samping itu, kita perlu melihat komposisinya. Kalau produk itu kira-kira mengandung banyak bahan pengawet, ya sebaiknya dihindari karena berisiko menimbulkan gangguan kesehatan,” ucapnya.

Baca juga: Ahli: Lansia Sebaiknya Banyak Konsumsi Makanan yang Mengandung Protein

Agnes menambahkan, masyarakat juga tak boleh asal menyimpan produk beku maupun olahan pangan berbasis protein setelah membelinya di luar.

Ia memberi saran, jangan langsung memasukkan bahan makanan itu ke dalam kulkas atau freezer setibanya di rumah.

Produk itu melainkan sebaiknya dibuka lebih dulu dan isinya dipindahkan ke bungkus atau wadah lain untuk mencegah kontaminasi jamur atau bakteri yang mungkin terbawa di bungkus bawaan.

”Proses perjalanan kita dari tempat membeli (produk) ke rumah kan butuh waktu. Nah, di situ ada risiko paparan kuman,” ucapnya.

Maka dari itu, sesampainya di rumah, masyarakat dianjurkan Agnes untuk segera saja membuka bungkus produk dan menempatkan daging atau bahan pangan olahan ke wadah baru yang dipastikan bersih.

Simpan per porsi

Dalam proses penyimpanan produk beku maupun olahan pangan berbasis protein di freezer, Agnes menganjurkan, dapat dibagi per porsi saja untuk setiap wadahnya.

Menurutnya, praktik ini akan membawa beberapa keuntungan, baik dari segi kualitas, efisiensi, maupun keamanan pangan.

”Sebagai gambaran, ketika kita telah membagi daging, ikan, nugget, atau sosis menjadi per porsi, kita akan terdorong untuk mengambil jumlah yang diperlukan saja ketika hendak ingin mengonsumsinya,” jelas dia.

Hal itu diyakini dapat menghindari proses pembekuan ulang pada bagian daging atau  bahan makanan yang belum akan digunakan, yang bisa merusak tekstur, rasa, dan kualitas nutrisi produk. 

”Pembekuan ulang juga dapat meningkatkan risiko kontaminasi bakteri,” terangnya.

Agnes menerangkan, suhu yang ideal untuk menyimpan produk beku maupun olahan pangan berbasis protein adalah –10 derajat Celcius atau lebih rendah.

Suhu dingin ini dapat mencegah pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur, serta memperlambat aktivitas enzim yang bisa merusak bahan makanan itu.

”Proses pencairan produk beku juga tak boleh asal untuk menjaga kualitas daging atau ikan yang akan dikonsumsi tetap baik. Saran saya, daging jangan dicairkan di suhu ruangan atau dengan bantuan air panas,” ucapnya.

Menurut dia, daging lebih baik dipindah dulu ke kulkas bawah, atau direndam di air es setelah dibungkus dengan plastik kedap udara, atau memanfaatkan microwave dengan tekanan rendah sekitar 30-40 persen.

Baca juga: Perbedaan Protein Hewani dan Nabati untuk Mencegah Stunting pada Anak

Pentingnya asupan protein hewani

Ahli Gizi Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, menjelaskan, tubuh manusia pada dasarnya membutuhkan 20 asam amino yang berbeda agar berfungsi dengan baik. 

Dari jumlah tersebut, sembilan di antaranya tergolong asam amino esensial, yaitu histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin.

Berbeda dengan asam amino non-esensial, asam amino esensial tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan. 

Oleh sebab itu, makanan sumber asam amino esensial perlu dikonsumsi secara rutin dalam jumlah cukup agar kebutuhan tubuh akan nutrisi ini bisa terpenuhi.

Asam amino bagaimanapun terlibat dalam banyak peran penting dalam tubuh, termasuk pertumbuhan, perbaikan jaringan otot, mengatur kadar gula darah, hingga mengatur fungsi kekebalan tubuh.

Nah, menurut Prof Fika, dibandingkan dengan jenis protein nabati, makanan yang termasuk sumber protein hewani telah terbukti memiliki asam amino esensial yang lebih lengkap.

Pangan hewani juga sanggup menyediakan kandungan vitamin dan mineral yang beragam.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI itu pun membeberkan, ada banyak makanan yang termasuk sumber protein hewani, seperti daging, ikan, telur, dan produk susu, yang memungkinkan untuk diversifikasi dan dipilih sesuai dengan preferensi. 

”Protein hewani berkontribusi pada pertumbuhan, khususnya pada anak-anak dan remaja yang sedang dalam fase pertumbuhan aktif. Zat gizi ini juga penting untuk pemeliharaan massa otot dan kekuatan pada orang dewasa dan lansia,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com dari PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) pada Jumat (13/9/2024).

Baca juga: Protein Hewani atau Nabati, Mana yang Lebih Bagus untuk Makan Siang?

Dengan demikian, jelas Prof Fika, peran penting protein hewani tidak dapat dilewatkan, utamanya dalam mendukung peningkatan gizi masyarakat Indonesia.

”Sudah saatnya untuk memikirkan kembali pentingnya pemenuhan kebutuhan protein dan mengembalikan masalah kekurangan nutrisi ini ke dalam agenda kesehatan,” seru dia.

Faktannya, Prof Fika menyampaikan, masih ada banyak temuan kasus dari hasil studi yang menunjukkan anak-anak menderita kekurangan protein, bahkan telah mengalami stunting atau tengkes.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau